Sungguh amat mulia ummat Muhammad Saw. yang bergembira
sepenuh hati dengan datangnya Ramadhan yang penuh berkah, karena rasa gembira
ini adalah cerminan ketakwaaan yang ada dalam hati mengingat sejatinya bulan
Ramadhan adalah salah satu dari syiar dalam agama kita, yang harus senantiasa
kita hormati dan agungkan. Puasa ramadhan juga merupakan salah satu dari
lima rukun islam yang wajib dikerjakan oleh ummat islam, kata Allah Swt. dalam
al-Quran:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ
الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: “wahai
orang – orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah
diwajibkan kepada orang – orang sebelum kamu, supaya kamu menjadi orang yang
bertakwa”. (QS. Al-Baqarah 183)
Allah Swt. Memerintahkan hambanya untuk berpuasa di
bulan ramadhan, ini artinya para hamba Allah harus mengetahui kapan masuknya
bulan ramadhan sebagaimana orang yang ingin melakukan shalat dhuhur misalnya,
harus mengetahui zawal (condrong) matahari. Mengetahui masuk waktu adalah suatu
keharusan dalam setiap ibadat.
1. Rukyah Hilal
Pada dasarnya kewajiban berpuasa disebabkan masuknya
bulan Ramadhan, namun untuk mengetahui masuknya bulan tersebut harus dilakukan
rukyatul Hilal (melihat anak bulan) atau menyempurnakan bulan Sya'ban 30 hari
jika bulan ditutupi awan sebagaimana yang tersebut di dalam beberapa hadist
Nabi Saw. Mengenai hal ini, al-Nawawi berkata:
ولا يجب صوم رمضان إلا بدخوله ويعلم دخوله برؤية الهلال فان غم وجب استكمال
شعبان ثلاثين ثم يصومون
Artinya: “Dan tidak wajib puasa Ramadhan kecuali
dengan masuknya bulan Ramadhan, sedangkan masuknya Ramadhan dapat di ketahui
dengan melihat anak bulan. Jika bulan tertutup awan, wajib menyempurnakan bulan
Sya'ban 30 hari dan berpuasa sesudah itu”. (al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab,
al-Maktabah al-Syamilah)
Dalam hadits, Rasulullah
Saw. Menjelaskan bahwa ada dua cara untuk mengetahui masuknya bulan Ramadhan, sebagaima Rasulullah Saw.
Bersabda:
صوموا لرؤيته وأفطرو لرؤيته فان غم عليكم فاكملوا
العدة ( رواه النسائي باسناد صحيح
Artinya:
“Berpuasalah kamu karena melihat bulan dan berhari rayalah kamu karena melihat
bulan, maka jika bulan tertutup awan, sempurnakan hitungannya (30 hari)”. (HR. an-Nasa’i)
Dari kalam
Rasul yang mulia tersebut, dapat kita pahami dengan jelas bahwa masuknya bulan
ramadhan dengan sebab dua hal, Melihat anak bulan dan Sempurna
bulan Sya'ban 30 hari
Dalam hadits yang lain Rasulullah Saw. bersabda:
فإذا غم عليه عد ثلاثين يوما ثم صام
Artinya: “apabila
bulan ditutup awan, sempurnakanlah sya’ban tiga puluh hari “. (HR. Abu
Dawud dan ad-Daru Quthniy)
Rasulullah Saw. Juga bersabda:
إنا أمة أمية ، لا نكتب ولا نحسب ، الشهر هكذا وهكذا
يعنى مرة تسعة وعشرين ومرة ثلاثين
Artinya: “Sesungguhnya
kita (umat Islam) adalah umat yang ummi, tidak menulis dan menghitung, bulan
itu jumlahnya 29 hari atau 30 hari”. (HR Bukhari dan Muslim)
Maksud hadits di atas adalah untuk menentukan awal bulan,
umat Islam tidak diwajibkan untuk mempelajari ilmu hisab. Karena Allah Swt.
telah memberikan cara yang lebih mudah dan bisa dilakukan oleh banyak orang,
yaitu rukyat.
Namun, masih tersisa satu pertanyaan setelah melihat
hadits diatas, yaitu “apakah kewajiban berpuasa hanya ditujukan kepada orang
yang melihat bulan saja, atau juga diwajibkan kepada orang lain?”. Pertanyaan
ini dapat terjawab dengan hadis Ibnu umar Ra. sebagai berikut:
أَخْبَرْت النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنِّي رَأَيْت الْهِلَالَ فَصَامَ وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِه
Artinya:
“Aku pernah memberitahukan kepada Nabi Saw. bahwa aku telah melihat bulan, maka
Beliau berpuasa dan memerintahkan semua orang untuk berpuasa”.(HR. Ibnu
umar)
Nabi Saw. tidak hanya mewajibkan berpuasa kepada Ibnu
umar Ra., tetapi beliau sendiri juga ikut berpuasa bahkan memerintahkan semua
orang untuk ikut berpuasa dengan Rukyah Ibnu umar Ra. Disini dapat kita
fahami dengan jelas, bahwa tidak semua orang harus melihat bulan untuk berpuasa
atau berhari raya, tetapi cukup satu orang saja yang melihat bulan, kemudian
orang 'adil tersebut memberitahukan dan bersaksi di hadapan Imam (pemimpin)
atau qadhi (Hakim) dengan mengucapkan أَشْهَدُ أَنِّي رَأَيْت الْهِلَالَ (Aku bersaksi, bahwa aku
telah melihat bulan).
2. Keterangan Saksi
Sebagian Ulama berpendapat disyaratkan satu orang yang
'adil yang dapat diterima sebagai saksi yaitu: laki-laki dewasa, merdeka (bukan
hamba sahaya), tetapi ada juga ulama yang mengharuskan dua orang saksi yang
'adil. kesaksian orang fasiq (tidak adil) tidak dapat diterima, hal ini
ditegaskah oleh Imam an-Nawawi berikut ini:
يجِبُ صَوْمُ رَمَضَانَ بِإِكْمَالِ شَعْبَانَ
ثَلَاثِينَ، أَوْ رُؤْيَةِ الْهِلَالِ، وَثُبُوتُ رُؤْيَتِهِ بِعَدْلٍ، وَفِي
قَوْلٍ عَدْلَانِ.وَشَرْطُ الْوَاحِدِ صِفَةُ الْعُدُولِ فِي الْأَصَحِّ، لَا
عَبْدٍ وَامْرَأَةٍ.
Artinya: “wajib puasa ramadhan dengan sebab
sempurna bulan syakban tiga puluh hari, atau dengan sebab melihat anak bulan.
Cukup satu orang saja yang memberitahukan nampak anak bulan, namun ada pendapat
yang mengharuskan dua orang. Orang yang memberitahukan tersebut harus adil pada
pendapat Ashah (kuat), tidak diterima pemberitahuan hamba sahaya dan
perempuan”. (al-Minhaj, al-Maktabah al-Syamilah)
tetapi orang yang tidak adil tersebut wajib berpuasa
karena mengamalkan rukyahnya sendiri, dan juga wajib puasa terhadap
orang yang yakin dengan pemberiatahuan orang tersebut sebagaimana penegasan
Syaikh Sayid bakri berikut ini:
( قوله إذا شهد بها إلخ ) هذا شرط بالنسبة لثبوته
عموما وأما بالنسبة لنفسه أو لمن صدقه فلا يشترط فيه ذلك كما هو ظاهر ولو
قال كما في المنهج وشرحه أو رؤية الهلال في حق من رآه
وإن كان فاسقا أو ثبوتها في حق من لم يره بعدل شهادة لكان أولى وأخصر
Artinya: “disyaratkan kesaksian dihadapan hakim itu
untuk ditetapkan hukum puasa kepada seluruh masyarakat, adapun untuk puasa
dirinya sendiri tidak diperlukan hal ini, dia wajib puasa dengan melihat hilal
walaupun dirinya fasiq (bukan orang adil)”. (I’anatu at-Thalibin,
al-Maktabah al-Syamilah)
Apa yang disampaikan oleh Syaikh Sayid Bakri juga
seirama dengan yang disampaikan Syaikh Zakariya al-Anshari berikut ini:
يجب صوم رمضان بكمال شعبان ثلاثين ) يوما ( أو رؤية
الهلال ) في حق من رآه وإن كان فاسقا
Artinya: “wajib puasa dengan sebab sempurna sya’ban
tiga puluh hari, atau karena melihat anak bulan bagi orang yang melihatnya
walaupun dia fasiq, atau dengan penetapan
3. Pandangan Ulama mengenai “Penentuan melalui Hisab”
Rasulullah Saw. bersabda:
فان غم عليكم فأقدروا له
Apabila Ditutupi awan atas kamu, maka kadarkanlah baginya.
Imam Ahmad mengatakan, makna “Qadarkan” adalah memperhitungkannya
dibawah awan, sehingga Ulama mazhab Hambali mewajibkan puasa jika bulan
ditutupi awan. Ada juga Ulama-ulama lain yang mengatakan maksud hadits tersebut
adalah menentukan dengan cara Hisab (Hisab Manazil). Imam Malik, Abu Hanifah,
Imam Syafi’ie dan Jumhur Salaf dan khalaf mengatakan maksud “Qadarkan” adalah
mengkadarkan sempurna tiga puluh hari. Menurut penjelasan Kitab al-Majmu’, yang
benar adalah apa yang disampaikan oleh jumhur, sedangkan yang lainnya tidak
tepat. Ini dikarenakan riwayat hadit yang memerintahkan untuk menyempurnakan
tiga puluh hari dapat menjadi penafsir bagi hadits yang memerintahkan untuk “mengqadarkan”
bulan.
Namun, dalam beberapa kitab Ulama Mazhab syafi’ie disebutkan bahwa Ahli
Hisab boleh mengamalkan hasil hisabnya sendiri. Hal ini dapat dibaca dalam
kitab Tuhfah beserta dua syarahnya sekitar masalah ramadhan. Dalam asna
al-Mathalib, Maktabah asy-Syamilah disebutkan:
( وَ ) لَكِنْ ( لَهُ أَنْ
يَعْمَلَ بِحِسَابِهِ كَالصَّلَاةِ )
Artinya: tetapi boleh baginya (Ahli perbintangan) mengamalkan hasil Hisabnya
seperti pada masalah shalat.
Ahli perbintangan (al-Munajjim) sama dengan Ahli Hisab, sebagaimana
pernyataan beliau selanjutnya:
وَالْحَاسِبُ وَهُوَ مَنْ يَعْتَمِدُ مَنَازِلَ
الْقَمَرِ وَتَقْدِيرَ سَيْرِهِ فِي مَعْنَى الْمُنَجِّمِ وَهُوَ مَنْ يَرَى أَنَّ
أَوَّلَ الشَّهْرِ طُلُوعُ النَّجْمِ الْفُلَانِيِّ
Artinya: Ahli Hisab, yaitu orang yang berpegang pada kedudukan bulan dan
memperhitungkan perjalanan bulan sama dengan al-Munajjim, yaitu orang yang
berpendapat bahwa awal bulan ditandai dengan nampak bulan pulan.
4. Pertanyaan:
Apabila bulan ditutupi awan, sedangkan Ahli Hisab dan Ahli Perbintangan
tahu bahwa besok adalah ramadhan, bolehkan orang tersebut mengamalkan hasil
Hisabnya dan bolehkah orang lain mengikutinya (Taqlid)?. Pada masalah ini
terjadi perbedaan pendapat Ulama, berikut kami nukil pendapat yang kuat menurut
Pengarang al-Majmu’:
(اصحها) لا يلزم الحاسب ولا
المنجم ولا غيرهما بذلك لكن يجوز لهما دون غيرهما ولا يجزئهما عن فرضهما
Artinya: (Yang Kuat) Tidak wajib bagi Ahli Hisab dan Ahli perbintangan
(mengikuti hasil perhitungannya), namun dibolehkan bagi keduanya demikian.
Tidak boleh bagi selain keduanya.
5. Kesimpulan
- Secara
Umum menetapkan awal ramadhan haruslah melalui Rukyatul Hilal (melihat
anak bulan)
- Apabila
bulan tidak nampak melalui Rukyah, Ahli Hisab boleh berpegang dengan hasil
hisabnya
- Ulama
berbeda pendapat mengenai orang yang mengikuti hasil Hisab orang lain
Oh noe mumada Wallahu A’lam
Ampon bak tuhan ubena cupa
Ishalah bak gure olen harapkan
Neubi ya tuhan manfaat beuna
Related Posts :