Bid’ah
dalam bahasa arab berasal dari kata Bada’a yang mempunyai arti membuat
hal baru tanpa contoh sebelumnya, seperti dikatakan “Abda’tu as-Syai’”
yang berarti “aku memulai sesuatu.
Dalam al-Quran disebutkan:
بديع السماوات
والأرض وإذا قضى أمرا فإنما يقول له كن فيكون
Artinya: Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila dia
berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, Maka (cukuplah) dia Hanya mengatakan
kepadanya: "Jadilah!" lalu jadilah ia. (QS. Al-Baqarah, 117)
Allah menciptakan langit dan bumi tanpa ada contoh
sebelumnya untuk ditiru. Langit dan bumi adalah murni ciptaan Allah Swt.
Bid’ah
dalam istilah syariat ialah setiap pembaruan akidah, perbuatan, atau ucapan
tanpa legalitas syariat sama sekali. Sebagaimana telah penulis jelaskan diatas,
kaum anti maulid tidak mengakuai adanya pembaruan yang baik (bid’ah hasanah)
dalam agama, karena semua pembaruan itu buruk dan sesat. Namun, dalam satu
hadits Rasulullah Saw. bersabda:
من احدث في امرنا هذا ما ليس منه فهو رد
Artinya: Barangsiapa yang membuat pembaruan dalam
urusan kita ini (bidang agama) dengan hal yang bukan darinya, maka ia tertolak
(HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim)
Dalam hadits tersebut dapat dipahami bahwa pembaruan
yang terlarang adalah pembaruan yang tidak berdasarkan agama. Apabila ada
dasarnya baik dalil khusus maupun umum, maka pembaruan tersebut dibolehkan.
Karena itu, Imam Ibnu al-Hajar al-Asqalani menuturkan sebagai berikut:
والمراد
بقوله كل بدعة ضلالة ما أحدث ولا دليل له من الشرع بطريق خاص ولا عام
Artinya: Yang dimaksud dalam hadits “setiap bid’ah sesat” ialah
setiap pembaruan yang tidak ada dalil dari syariat baik secara Umum maupun
Khusus.
Penjelasan
beliu juga selaras denga pernyataan Syaikh Ibnu Rajab al-Hambali sebagai
berikut:
والمراد بالبدعة ما احدث مما لا اصل له في الشريعة
يدل عليه فاما ما كان له اصل من الشرع يدل عليه فليس ببدعة شرعا وان كان بدعة لغة
Artinya:
Bid’ah ialah suatu pembaharuan yang tidak ada dalil sama sekali dari syariat
yang membenarkannya, adapun pembaruan yang ada dalil dari syariat maka tidak
disebut bid’ah menurut istilah syariat meskipun disebut bid’ah menurut loghat.
Dari
penjelasan diatas dapat kita pahami bahwa pembaruan sperti perayaan maulid
adalah bid’ah hasanah menurut bahasa, namun bukanlah bid’ah menurut istilah syariat,
karena ada dalil yang umum yang membolehkannya.
Wallahu A'lam
Ahmad muntaha
HM dan kawan – kawan, Manjawab Vonis bid’ah (Cet. Pustaka Gerbang Lama
2010), Hal. 4
Ibnu al-Hajar
al-Asqalani, Fathu al-Bari (al-Maktabah asy-Syamilah), Jild. 13, hal.
254
Imam Ibnu
Rajab, Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (al-Maktabah asy-Syamilah), Jild. I,
hal. 266
Related Posts :