Bagi kita umat modern sekarang ini mendengar kata haus dan lapar merupakan hal yang tabu dan menakutkan. Padahal Ulama-ulama dahulu rela menahan lapar berhari-hari demi mendapatkan Ilmu agama. Simaklah kisah terbaik mereka, kalau hati kita masih bermata pasti ini dapat menjadi permata dan hiasan bagi kehidupan kita dihari-hari selanjutnya, kalau hati kita masih mempunyai sedikit cahaya maka ini akan dapat menjadi cermin kehidupan untuk introspeksi diri.
Abu Hurairah RA. Menahan lapar demi mendapatkan
hadits.
Imam Bukhari meriwayatkan dalam sahihnya pada kitab al-ilm, bab hifzhul
ilmi, I/190, beliau berkata: "orang-orang berkata: "Abu hurairah yang lebih banyak (meriwayatkan hadits), kalau bukan karena dua ayat di dalam kitabullah,
niscaya aku tidak akan menyampaikan satu hadits pun. lalu Abu hurairah Ra.
membaca firman allah yang artinya:
"sesungguhnya orang-orang yang
menyembunyikan apa yang telah kami turnkan berupa keterangan-keterangan (yang
jelas) dan petunjuk, setelah kami menerangkannya kepada manusia dalam alkitab, mereka itu dilaknati
Allah dan diaknati (pula) oleh manusia (makhluk) yang dapat melaknati kecuali
mereka yang telah tobat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan( kebenaran),
maka terhadap itulah aku menerima tobatnya dan akulah yang Maha menerima tobat dan
lagi Maha penyayang. (QS. Al-Baqarah. Ayat 159-160)
kemudian Abu Hurairah berkata: "sesungguhnya saudara-saudara kami dari kalangan muhajirin sibuk dengan perdagangan
mereka di pasar. Sedangkan saudara-saudara kami dari ansar sibuk mengurusi harta
mereka. sementara Abu Hurairah sendiri sibuk menyertai Rasulullah Saw. (Ia mencari makan) sebatas perutnya tidak terlalu lapar. Ia hadir di majlis
yang tidak mereka hadiri. Ia menghafal apa yang tidak mereka hafal. Ibnu Hajar
dalam Fathul Bari I/192, pada saat menjelaskan hadis ini berkata: "hadits ini membuktikan bahwa mengambil sedikit dari dunia itu lebih
memungkinkan untuk menjaga ilmu."
Duhai sobatku sekalian...! sekarang saya akan
memaparkan kisah mereka yang telah menggemparkan dunia dengan kesabaran mereka
dalam menahan lapar.
Sofyan ats-Tsauri RA. Tidak makan apa-apa
selama tiga hari.
Sejarawan dan ahli nasab, Ibnu Sa’ad berkata di
dalam kitabnya Ath-tabaqatul Qubra, IV/372, saat membicarakan Imam Sufyan
Ats-Tsauri Ra. (lahir 97 H dan wafat 161 H). berkata: "Sufyan bersembunyi dari khalifah Abbasiyah al-Mahdi
karena suatu kalimat kebenaran yang ia katakan dan membuat al-Mahdi marah, dan beliau ingin menghukumnya, maka Sofyan terpaksa bersembunyi di Mekkah dan tidak muncul
di khalayak ramai. Pada waktu itu ia mengalami kemiskinan dan kemelaratan hidup
yang sangat berat. Pada saat ia dalam kemiskinan dan kesulitan seperti itu,
saudara perempuannya mengirimkan sekantong khusykananaj kepadanya dari
kuffah melalui kawannya, Abu Syihab al-Hannath.
Abu Syihab al-Hannath pun tiba di mekkah, saat
ia bertanya tentang sufyan, maka ia ditunjukkan padanya. Beliau sedang duduk di balik ka’bah setelah pintu al-hannathin. Abu Syihab
berkata: "aku pergi ketempat yang dimaksud, sufyan adalah sahabatku. Aku
melihatnya dalam keadaan terlentang lalu
aku memberi salam, namun ia tidak bertanya apapun seperti biasanya dan
tidak menjawab salamku. Aku berkata kepadanya: "sesungguhnya adik perempuanmu mengirimkan
satu kantong kue khusykananaj untukmu,". Ia berkata: "bawa kesini cepat," lalu
ia pun duduk.
Aku berkata : "wahai Abu Abdillah, aku
datang kepadamu dan aku adalah kawanmu, aku mengucapkan salam kepadamu dan kamu
tidak menjawabnya, namun ketika aku katakan kepadamu bahwa aku membawa sepotong
kue yang tidak seberapa harganya, maka kamu segera duduk dan berbicara
kepadaku."
Ia menjawab, "Wahai Abu Syihab, jangan
terlalu menyalahkanku. Karena sudah tiga hari ini aku tidak makan apa-apa." Abu
Syihabpun berkata: "ya, Aku memakluminya."
Syaikh Abdul Qadir al-Jailani RA. Mengais sisa makanan karena lapar.
Al-Hafiz Ibnu Rajab al-Hanbali Ra. dalam kitabnya, dzailu tabaqati hanabilah, I/298, tentang biografi
SYAIKH ABDUL QADIR AL-JAILANI (wafat tahun 561 H). beliau berkata: "Syaikh Abdul Qadir Jailani
berkata: "aku memunguti selada, sisa-sisa sayuran dan daun carob dari tepi
kali dan sungai, kesulitan yang menimpaku karena melambungya harga di Baghdad membuatku tidak makan selama berahari-hari. Aku hanya bisa memunguti
sisa makanan yang terbuang untuk dimakan.
Suatu hari karena saking laparnya, aku pergi
kesungai dengan harapan mendapatkan daun carob, sayuran atau selainnya yang
dapat aku makan. Tidaklah aku mendatangi suatu tempat melainkan ada orang lain
yang telah mendahulainya. Ketika aku mendapatkannya aku melihat orang-orang
miskin itu memperebutkannya. Maka aku membiarkan mereka, karena mereka lebih
membutuhkan.
Aku pulang dan berjalan ditengah kota, tidaklah
aku melihat sisa makanan yang terbuang, melainkan ada yang mendahuluiku
mengambilnya. Hingga aku tiba di mesjid yasin dipasar minyak wangi di Baghdad.
Aku benar-benar kelelahan dan tidak mampu menahan tubuhku. Aku masuk masjid dan
duduk di salah satu tiang masjid, hampir saja aku menemui kematian, tiba-tiba
ada pemuda non Arab yang masuk ke mesjid, ia membawa roti dan daging panggang.
Ia duduk untuk makan, setiap kali ia mengangkat tangannya untuk menyuapkan
makanan kemulutnya, maka mulutku ikut terbuka, karena aku benar-benar lapar.
Sampai aku mengingkari hal itu atas diriku. Aku bergumam," disini hanya ada
Allah dan kematian yang telah Dia tetapkan."
Tiba-tiba pemuda itu menoleh kepadaku, seraya
berkata, bismillah, makanlah wahai saudaraku. Aku menolak. Ia bersumpah untuk
memberikannya kepadaku. Namun jiwaku segera berbisik untuk tidak menurutinya,
pemuda itu bersumpah lagi. Akhirnya akupun mengiyakannya. Aku makan dengan
tidak nyaman. Ia mulai bertanya kepadaku: "apa pekerjaanmu?, dari mana kamu
berasal?, apa julukanmu?. Aku menjawab: "aku orang yang sedang mepelajari fiqh
yang bereasal dari jailan". Pemuda itu berkata: "aku juga dari jailan, apa
kamu mengetahui seorang pemuda berasal dari jailan bernama Abdul Qadir. Ia
dikenal sebagai cucu Abu Abdillah ash-Shauma’I az-Zahid?". Aku berkata: "akulah
orangnya."
Pemuda itu gemetar dan sontak wajahnya berobah.
Ia berkata: "demi Allah, aku tiba di baghdad, sedangkan aku hanya membawa
nafkah yang tersisa milikku. Aku bertanya tentang dirimu, tetapi tidak ada yang
menunjukkanku kepadamu. Bekalku habis. Selama tiga hari ini aku tidak mempunyai
uang untuk makan, selain uang yang ada padaku. Bangkai telah halal bagiku
(karena darurat), maka aku mengambil barang titipanmu, berupa roti dan daging
panggang ini. Sekarang makanlah dengan tenang. Karena ia adalah milkmu. aku
sekarang adalah tamumu, yang sebelumnya kamu adalah tamuku.
Aku berkata kepadanya: "bagaimana ceritanya?", Ia
menjawab: "ibumu telah menitipkan kepadaku uang 8 dinar untukmu. Aku
menggunakannya karena terpaksa. Aku meminta maaf kepadamu. Imam Sufyan berkata: "aku menenangkan dan
menentramkan hatinya. Aku memberikan sisa makanan dan sedikit uang sebagai
bekal. Ia menerima dan
pergi."
Itulah sekelumit kisah mereka yang menakjubkan,
masih banyak cerita yang menggetarkan kalbu dari mereka, tapi karena jumlah
halaman yang tidak memungkinkan maka kami cukupkan disini saja. Semoga ini ada manfa’atnya
bagi kita dalam menapak kehidupan yang lebih baik dimasa yang akan datang.
Related Posts :