Aku hanya termagu teringat akan masa laluku, satu masa
yang sangat sulit untuk di ungkapkan, penuh tantangan, rintangan serta
perjuangan. Dimana Aku seorang gadis Desa yang memiliki cita-cita yang begitu
besar dengan keterbatasan ekonomi keluargaku. Meskipun demikian, Ayahku selalu
berusaha dan bekerja keras untuk memenuhi tanggung jawab keluarga, yang memang
itu telah menjadi tugasnya saat pertama mengucapkan janji setia, se-ia sekata
dalam mengambil keputusan karena Allah kepada Ibuku.
Ibuku adalah seorang wanita yang penuh tanggungjawab,
meskipun hidup dengan keterbatasan, Aku dan adik-adikku selalu bisa tersenyum
karenanya, dan Aku selalu bersyukur atas itu semua. Aku memiliki 2 adik
perempuan yang umurnya tidak jauh berbeda denganku, dan merekalah keceriaan
didalam gubuk yang hampir roboh itu. Ketika itu, Ayah dan Ibuku sedang
berbincang tentang masa depan anak-anaknya....
”Ayah bagaimana menurut Ayah dengan Sakinah
???." tanya bunda
"Ayah lihat tidak kalau didalam diri anak kita yang satu itu
terdapat jiwa religius yang sangat dalam, setiap hari bacaannya pasti tentang
agama, kalau bukan baca Al-quran peninggalan kakeknya, pasti dia baca kamus
bahasa Arab yang dipinjam dari temannya...!”
” Iya jadi kenapa Bunda, kan malah bagus kalau begitu
.”
” Iya, tapi apa Ayah tidak punya keinginan untuk
melanjutkan studinya ke sebuah dayah yang terkenal di Aceh, supaya Sakinah bisa
mengembangkan bakatnya loh yah.......”
” Iya....iya..... nanti Ayah usaha dulu....”
Ibuku memang sangat ingin aku menjadi seorang pemuka
agama seperti ummu Aisyah, yang selalu ditanyai tentang hukum-hukum agama oleh
ibu-ibu, maka karena itu Ibu selalu mendidik ku serta adik-adik ku kepada jalur
agama dengan sebaik dan sebenar-benar mugkin....
Pagi itu seperti biasa Ibu menyiapakan makanan bagi
kami semua, walaupun hanya ber-lauk-kan tempe goreng, kami merasa sangat puas,
karena Ayah selalu berpesan (Syukuri Apa Yang Kamu Dapatkan Hari Ini, Karena
Orang-Orang Yang Pandai Bersyukur Itulah Orang-Orang Yang Kaya Akan Hatinya).
Setelah siap sarapan Aku dan kedua adikku berpamitan
kepada Ibu sembari mencium tangannya kami pun minta didoakan agar mendapatkan
ilmu yang bermanfaat hari ini di sekolah. Dan kemudian kamipun berangkat
kesekolah bersama-sama, Aku yang hanya selisih satu tahun dengan Mawaddah
adikku berboncengan, sedangkan adikku yang satunya lagi yaitu Rahmah diboncengi
oleh Ayahku.
Meskipun kami kesekolah hanya dengan sepeda tapi Aku
mersa kamilah pemilik kebahagian itu, sesibuk apapun Ayah dalam bekerja sebagai
kuli bangunan tapi Ayah tetap me-nomor satukan anak-anaknya, tidak pernah lupa
atau absen menjemput adikku Rahmah ketika jam pelajarannya telah usai, karena
adikku lebih cepat keluar kelas dibandingkan Aku dan Mawaddah, dan seperti
biasa Ayah sudah menunggu kedatangan putrinya Rahmah didepan gerbang sekolah
yang hanya bersepedakan unta, sangat berbeda dengan jemputan-jemputan yang
lain....
Malam pun tiba Aku dan kedua adikkku sedang melakukan
aktivitas kami, yaitu membaca Al-quran setelah shalat Magrib usai, hal yang
telah ditanamkan oleh Ibuku sejak kami masih keci dulu sehingga sekarang Aku
sudah menduduki kelas III SMP.
” Bunda, Ayah tahu kalau Sakinah ingin sekali punya
kamus bahasa Arab sendiri, jadi kalau sudah punya kamus sendiri dia tidak perlu
pinjam lagi sama teman-temannya, tapi kapan ya Ayah ada uang lebih untuk
membelikan dia kamus itu..???
” Sudah lah yah sabar saja dulu, toh orang sabar kan luah
lampoh kalau kata haji Uma...” candaan Ibu membuat Ayah tersenyum..
”Iya Bunda tapi kan Ayah ingin sekali membelikan
kamus itu, apalagi dari dulu-dulu Sakinah tidak pernah mendapatkan hadiah
apapun dari Ayah, sedih Ayah rasanya”
”Ayah,,, Ayah harus tau anak kita itu adalah putri yang
sangat pengertian terhadap keluarganya, jadi dia pasti mengerti tentang
kehidupan kita, apalagi dia sudah beranjak remaja sekarang, dia pasti tahu
siapa yang membuat dia bertahan hidup selama ini, itulah hadiah yang paling
berhaga dari Ayahnya, yang rela kulit lembut nan putih ini menjadi kasar dan
hitam, dia pasti tau tentang itu...”
penjelasan Ibu membuat ayah terdiam. Keinginan seorang
Ayah untuk membahagiakan anaknya itu memacu dia untuk terus bekerja keras
dibawah terik matahari..... Subhanallah jasa seorang Ayah..
Keesokan harinya...........
” Sakinah...InsyaAllah nanti sepulangmu dari sekolah
Ayah akan memberikanmu sebuah hadiah, semoga itu bisa bermanfaat untukmu nak
ya......
” Oa,,,, apa itu yah??? Boleh Sakinah tau ???
” Nanti sepulang Ayah kerja, Ayah akan membelikan kamu
sebuah kamus bahasa Arab, yang dulu pernah kamu minta sama Ayah, walaupun
sekarang baru bisa Ayah berikan, Ayah minta maaf ya nak....
”Ayah............ terima kasih ” sembari ku peluk
tubuh Ayahku yang kekar itu....
Tidak sabaran Aku menunggu kepulangan Ayahku, dengan
hati yang terus berdebar, jasad yang tak pernah tenang, yang selalu
berbolak-balik laksana cacing kepanasan, ku tengok ke arah luar, di ujung
jalan, tak jua muncul Ayahku, setelah sekian lama Aku menunggu... tiba-tiba
dari kejauhan ku melihat seorang laki-laki mengayuh sepeda seakan-akan
mendekatiku, hatiku berkata ” itu ayah ” dan semakin dekat denganku, ternyata
itu bukan Ayah, kembali hatiku berkata ” tapi itu sepeda Ayah, lantas kemana
Ayahku???”. pak Zulkifli itu dia orang yang mengayuh sepeda Ayahku lalu
kemudian dia menghampiriku
” Mana.......... mana............ mana Ibumu ???”
dengan suara yang sangat tergesa-gesa dia menanyakan Ibu, dan hal itu membuat
Aku takut.
”Bunda ada didalam” Aku pun berlari menemui Ibuku
bersamanya.
”Nong suamimu, dia tertimbun bebatuan yang jatuh dari
lantai 4 dari bangunan yang sedang kami bangun, sampai sekarang belum ditemukan,
kami semua sudah berusaha mencarinya bahkan kami sudah meminta bantuan tim
polisi untuk mencarinya, tapi belum juga ditemukan”.
Hatiku hancur mendengar kabar itu, Aku tak berdaya melihat
Ibuku yang sudah terkapar. Inilah pertama kali Aku melihat wajah Ibu yang
begitu sedihnya, yang tak pernah ku perdapatkan sebelumnya.
Tanpa pikir panjang
Ibu segera mengambil sepeda dan mengayuhnya kencang ketempat dimana Ayahku
bekerja, Aku yang diboncengi pak Zulkifli tidak sanggup mengejar kayuhan sepeda
seorang wanita yang baru saja kehilangan cinta sejatinya itu.
Sesampainya di sana, jenazah Ayah pun sudah di temukan
dan ditutupi oleh warga setempat, Ibuku segera berlari dan menghampiri jasad
Ayah.... tak tertahankan air mata cinta itu yang sembari menemani kepengurusan
jenazah Ayahku dan kemudian dilaksanakan fardhu kifayah atasnya...... Aku hanya
bisa mengeluarkan air mata tanpa bisa berbuat apa-apa.
Ku lemparkan pandangan
mataku kesana-kemari hingga terhenti pada suatu benda yang tergantung tepat di
sepada Ayahku, ku hampiri sepeda itu dan ku perhatikan seksama isi yang ada
didalam kantong plastik hitam itu, seraya ku ambil dan kemudian ku buka. Sebuah
kamus, kamus bahasa Arab yang tadi pagi Ayah janjikan untukku, semakin tak
terhentikan air mataku melihat itu, rasanya baru tadi pagi Aku dan keluarga
berkumpul bersama Ayah, tapi sekarang, Aku melihat Ayahku yang sudah terkapar
tak berdaya, dengan tubuhnya yang kekar, sungguh semua bagaikan mimpi buruk
yang harus kami terima.
Aku yang masih duduk di kelas III SMP yang sebentar
lagi akan memasuki bangku SMU, bagaimana jalan hidupku kedepan, adik-adikku
yang masih kecil, lantas bagaimana dengan Ibuku, bagaimana dia harus melewati
hari-harinya tanpa orang yang selama ini menjadi pendamping hidupnya.......
Oooh Tuhan cobaan apa ini, ini terlalu cepat bagi kami
semua... kembali terhentak dadaku membayangkan ini semua, lantas secepat
mungkin ku hilangkan jauh-jauh perasaan itu dan ku pun beristigtifar
”Astagfirullahhal a’dhim” Maha mengetahui engkau ya Allah atas apa yang sedang
menimpa kelurga ku...... sesungguh mungkin ini yang terbaik bagiku dari-MU.
Setelah ku mersa sedikit tenang, ku buka lembaran
kamus itu dan ku dapati sebuah tulisan dihalaman muka, Aku tau itu tulisan
Ayahku....
”Putriku yang sangat ku sayangi, semoga engkau selalu dalam rahamt Ilahi
Rabbi, Ayah hanya bisa memberikan hadiah kecil ini untukmu putriku, walaupun
hanya ini mudah-mudahan bisa bermanfaat untukmu dalam mempelajari bahasa
arabmu, dan semoga engkau bisa menjadi seperti ummu Aisyah yang pandai bahasa
Arab dan banyak mengetahui tentang agama, sehingga kamu bisa menjadi kebanggaan
Ayah, Bunda, Adik-adik dan juga kebanggaan semua orang.
Selalu berusaha ya nak, capailah cita-citamu, gantungkan semua impianmu,
raihlah itu semua pada masanya dan satu lagi fastabiqul khairat wahai anakku.
Semoga Allah selalu merahmatimu”
Ttd. Ayah.
Inna Lillahi
wa Inna Ilaihi Raji’un. Apabila ajal telah datang menjemput maka tidak ada yang
bias menentangnya. (QS. Al-Ambiya’, 35)
(By: santriwati Dayah MUDI)