Sebenarnya aku
tidak suka mencari masalah dengan mereka, karena taruhannya adalah nyawa. Tapi,
semua itu dengan sangat terpaksa kubeberkan karena Islam yang agung mengajarku banyak
hal. Membiarkan suatu kemungkaran terjadi itu lebih mungkar dari kemungkaran
itu sendiri. Dan membiarkan suatu kedhaliman terjadi itu lebih dhalim dari
kedhaliman itu sendiri. Singkatnya membiarkan suatu kejahatan terjadi itu lebih
jahat dari kejahatan itu sendiri. Aku tak mau dibenci dan dikutuk tuhanku
lantaran perbuatan mungkar itu. Tapi sayang mereka sudah buta dengan kebenaran.
Segala cara mereka halalkan demi harta kekayaan dan pangkat jabatan dari
majikannya, Nethanhayu.
”Ya Rabb..., mau
kubawa kemana jasad yang malang ini...” desahku.
“Kak.. kok ngelamun..?”. Sapa Aspalela yang tiba-tiba datang bersama
kakaknya membuyarkan lamunanku.
“Oh.. tidak, ini kakak cuma ge mikir aja, lulus ne kakak mau kemana ge.
Kuliah atau ngaji gtu...”. Jawab ku santai. Hati kecilku terus
beristigfar menyesali kebohonganku barusan.
Sekilas ku
melihat betapa bidadari itu kian hari kian anggun dan cantik menawan. Sadarku
setan sedang mengintai dan hendak menggiringku kejurang hitam yang tiada
bertepi. Kuputar lingkaran buah tasbih ditelunjuk kananku untuk menepis
perasaan haram itu.
“yang betol... pasti mikir brandalan yang barusan lewat itu khan? Lela liat
kok. Makanya lela cepat-cepat samperin kakak. Atau jangan-jangan kakak ge mikirin Lela yaa?
heeee”. ujarnya lagi.
”hahaha” aku tak
bisa membendung tawaku mendengar candanya. Ku kembali terdiam. Kurasa apa yang
hendak kujawab, semuanya sudah terjawab. Memang benar! Bahkan dua-duanya benar.
Akhir-akhir ini brandal itulah yang terus-terusan jadi buah pikirku dan sering
membuatku resah dan terganggu. Tapi sejujurya resahku terhadap Aspalela lebih
parah dari seratusan berandalan itu. Aku resah kepolosan dan ketulusannya mampu
mendobrak benteng imanku yang lemah. Aku yakin semua akan indah pada waktunya.
Dan sekarang bukanlah waktu yang tepat dan bukan melalui jalan yang tepat,
yaitu jalan yang diridhai Allah dan Rasulku.
"Angga.. jangan tolollah, masak cinta setulus itu disia-siakan. Lihat! Dia
begitu mengkhawatirkan mu. Sadar diri dikin kenapa seh… tiada duanya didunia
ini gadis yang mencintai mu setulus Aspalela. Apa kurangnya dia, harta melimpah, prestasi diatas angin, cantik menawan, semua ia miliki. Ia begitu sempurna khan…? kasihani dia…. dia sangat mengharapkan balasan
kasih sayang dan cintanya. Terimalah dia sebagai kekasih hati mu, kau
akan bahagia. Kalau tidak, kau akan merasakan pedihnya penyesalan dikemudian
hari… kau akan menyesal bila nanti ia berpaling dan jatuh cinta pada yang lain
karna bosan mengharapkan cinta mu yang tak pernah terungkap dan tak kunjung
tiba..".
Perlahan dan
hamper ku tak menyadari keberadaan setan dalam diam mulai berusaha merasuki dan
menjebol benteng iman ku. Dengan sangat licik ia membisikkan kata-kata bijak
nan indah itu direlung hati ku. subhanallah…subhanallah… la haula walaquwwata
illa billah…… Tuhan kuatkan iman ku…desah ku berulang-ulang menampik perasaan
haram itu.
“Ok lah kak, Lela bisa ngerti" (sambungnya
menyikapi diamku).
"Ramadahan diambang pintu. Besok kita puasa. sebenarnya ada banyak hal yang
hari ini ingin Lela utarakan ke kakak. Tapi tak apalah, Lela akan selalu mencoba mengertiin kakak. Dan
dikesempatan ini Lela Cuma mau bilang, maafin Lela!. Betapa selama ini Lela
telah banyak menyusahkan kakak. Betapa
terguncangnya hatiku mendengar permintaan maafnya itu, ku merasakan kata
perpisahan akan menyertai kepulangannya sebentar lagi.
Betapa selama ini Lela telah lancang masuk dalam kehidupan kakak. Kini Lela
sadar siapa lela dan siapa kakak. (sadar apa Lela...?. seharusnya aku yang berhak mengatakan kalau aku sadar, aku tak pantas bersanding
dengan putri seorang pasha ternama seperti mu. bantahku dalam hati.) mungkin
ini semua jua karna faktor keturunan ibuku, yang sudah takdinya berasal dari
bangsa yang kakak memusihinya. (cukup Lela... aku tahu, dia seorang wanita
yang baik dan saleha).
Nasihat kakak akan selalu terpatri dijiwa Lela. Kakak pernah bilang yang
cantik menawan belum tentu nyaman mata memandang. Yang elok mempesona belum tentu membahagiakan. Sebaliknya, mata yang selalu bertadabur atas
kebesaran-Nya. Mulut yang selalu berzikir menyebut
asma-Nya. Perkataan yang selalu mengingatkan manusia dan...Wajah yang selalu
bersimbah wudhuk hanya karena Rabbnya... yang selalu menjelma menjadi bidadari
tuhan dalam tahajud diakhir malam, dialah yang cantik itu. Yang kasih sayangnya tak pudar ditelan waktu. Yang mengulur tangan siap
membantu. Yang melangkah lebar siap berpacu. Beramal dan berbuat baik setiap
waktu...dialah sang ratu kecantikan itu.
(oh lelaaaaaa... maafkan aku kalau ternyata
kata-kata itu dapat menyakiti hatimu, ku membatin)
Kata-kata itu masih Lela simpan dilubuk hati Lela. karna Lela tahu, gadis
seperti itulah ratu impian kakak. Tidak seperti
Lela...(oh Lelaaaa, jangan ada kata perpisahan
antara kita...)
Masih terdiam
membisu. Lidah ku kelu dan geraham ku terkunci rapat. Hati ku menjerit... hati
ku mengeluh. Sebongkah pilu ayang sudah tak mampu ku bendung meleleh kepipiku.
Namun Lela janji pada kakak dan diri Lela sendiri, suatu hari Lela akan
menjadi seorang gadis seperti apa yang kakak gambarkan dalam puisi-puisi kakak.
Sekali lagi maafin Lela. Mungkin minggu depan Lela tidak akan angkat kaki dari Palestina
menuju Mesir.
Hheah..!!! ke
negrinya imam Abu Laits..?! (senyumku terharu. keharuan itu membuatku angkat
bicara) Do`aku menyertaimu Lela. Lela... tiada yang harus dimaafkan karna tiada
yang salah atau yang harus disalahkan. Meskipun ada! jauh-jauh hari sebelum
hari ini telah kakak maafkan. pesan kakak mintalah selalu pendapat hati mu karna
Ia yang berbenih iman tidak pernah tenang dan damai ketika berhadapan dengan
dosa dan kesalahan. Dia akan selalu teduh dan bahagia kala jiwa
menghadapi fahala dan kebenaran.
Doaku menyertai mu, moga Allah selalu
menuntunmu kejalan yang engkau bahagia selalu. semoga engkau menjadi
ratu salihah di AL-AZHAR.” ungkap ku tegar. .
Amiiin...!
insyaallah kak. Lela pamit dulu...
Aku berusaha
tersenyum melepas kepulangannya. Kutertunduk menahan sebak di dada. Airmata yang
sudah dari tadi kubendung dan kucengkram dalam kebisuan, kembali meleleh
kepipiku. Entah.... terkadang aku kagum bahagia melihat cara berfikirnya yang
semakin dewasa. Terkadang aku harus mengurut dada menahan duka nestapa yang
mendalam... tapi kuyakin, semua akan indah pada waktunya.
Andai tiba waktunya,
dan Lela halal bagiku, sekali-kali ku takkan pernah menyia-nyiakan cinta
Aspalela. Buat apa ku memberinya harapan, harapan
yang nantinya akan berbuah derita dan kebencian. Ku teringat petuah guruku. Ia
mengatakan, Kala darah muda masih mengalir dalam jiwa kita, prinsip dan
keinginan kita akan berobah dan terus berobah. Kala itu jangan sekali-kali memberi harapan atau menetapkan suatu pilihan
pada seorang yang engkau sukai, karena harapan dan pilihan itu akan berubah
seiring dengan mata mu yang masih liar. semua akan indah pada waktunya. Seperti halnya
ulat bulu, ia masih harus menjadi kepompong sebelum akhirnya menjadi seekor
kupu-kupu yang cantik mempesona.
Ya! Semua akan indah
pada waktunya.
Subhanalah...subhanallah...
buah tasbih kecil senantiasa menemani dan menegarkan kembali hatiku kala iman ku mulai goyah dengan derai air
mata Aspalela
***
Senja itu
tepatnya Ramadhan ke 27. Jam menunjukkan pukul 05. 15. Hati ku begitu resah dan
gelisah entah kenapa. Seakan ada tugas dan kewajiban yang telah ku abaikan
bertahun lamanya hingga menumpuk dan tak sanggup ku selesaikan lagi. Ku masuki kamar mandi, kembali kuberwudhuk untuk yang kesekian kalinya.
Lalu ku salat dua raka`at dan melantunkan beberapa surat ayat suci al-Quran. Ku
sempurnakan ibadahku dengan tasbih, tahmid dan tahlil. Namun gemuruh batinku
belum jua tenang. Padahal biasanya dengan wuduhk dan zikir saja ku telah
mendapatkan secercah ketenangan itu. Entah kenapa tiba-tiba ku teringat
Aspalela. "Amiiin...! insyaallah kak. Lela pamit
dulu..." itulah kalimat terakhir yang ku dengar. Setelah itu ku tidak pernah
melihatnya lagi. Hampir sebulan. Ya! Hampir sebulan Ramadhan sudah aku tak
pernah melihatnya meski ditempat-tempat dimana dulu aku sering melihatnya
disana.
Kuputuskan untuk
keluar rumah, tak lupa peci putih sebagai mahkota keisalamanku. Ku berjalan
tanpa arah, pasrah kemana kehendak hati. Pikiran ku mengawang kesana kemari.
Terkadang teman ku lewat dan menyapaku. Sedangku hanya tersenyum dan tidak
mendengar apa dan bagai mana sapaan mereka. Barangkali itu hanya sekedar tanya
kemana arah tujuan ku. Atau jangan-jangan ada yan gmengucap salam. Yaallah
aku tak menjawabnya.. Ohh.. pikiranku sedang tak menentu. Hatiku sangat resah
dan pikiranku kacau memikirkan sesuatu yang ku sendiri tidak tahu. Yang jelas,
kenapa kuresah...
Tidak ku sadari,
ku terlah berjalan jauh. Hampir tiga dua kilo dari rumah. Gerimis menyedarkan ku kalau sesungguhnya sebentar lagi hujan akan
mengguyur bumi. Pekat awan dan semburan kilat mulai terlihat di sebelah utara.
Dan betapaku terperangah melihat pasar pusat pembelanjaan dan deretan toko
berdiri megeh didepan ku.
Masyaallah...!, ku benar-benar tidak percaya ternyata
Allah telah menuntunku kesini. Hujanpun mengguyur deras. Kusempatkan diri untuk
singgah di halte yang tak jauh dari tempat ku berdiri. Gemuruh petir yang
bersahut-sahutan dan semilir angin tak hentinya mengalirkan kesejukan membuat
orang-orang enggan berlama-lama disitu. Mereka lebih memilih berkumpul bersama
keluarganya menanti waktu berbuka puasa yang sebentar lagi akakn tiba. Jalan-jalanpun
terlihat sepi dan Satu persatu toko mulai ditutup. Dan semakin jarang saja orang yang berlalu
lalang. Tinggallah daku seorang diri mencoba menikmati suasana yang sangat
bersahaja itu sebagai sebuah anugrah yang telah mengantarkan ku dalam keadaan
resah bersama derasnya hujan dan gemuruh halilintan yang terkadang
memecahkankan kesunyian. Tanpa sadar keresahanku mulai berkurang seiring dengan
guyuran hujan yang mulai mereda pula.
”tolong..................
tolong...................”
Seketika
lamunanku buyar ditenggarai teriakan minta tolong yang terngiang sayup-sayup
sampai dari kejauhan. Ku pasang baik-baik telinga ku menguping
dimana sumber suara itu. Ku yakin dengan apa yang ku dengar barusan, suara
seorang perempuan minta tolong. Tapi dimana orangnya?
”aaaaaaaaaa
tidak..............!, lepaskan.........!, uhhu hhuuu.....”
Sepontan ku
beranjak dari tempat duduk ku. Sambil ku berlari tanpa memperdulikan derasnya
hujan, ku melongok kesana kemari. Terkadang ku berpacu mermpercepat langkahku
mencari dimana sumber suara itu. Tapi aneh sudah tiga deretan ruko ku telusuri
dan ku selidiki tidak ada tanda-tanda kehidupan. Ya tuhan ada apa sebenarnya dan
dimana sumber suara itu. Ku yakin dengan apa yang ku dengar suara tangis dan teriakan
seorang perempuan minta tolong. Tuhan tunjukkan kemana harus ku mencari, kepada
siapa ku harus bertanya, dimana pemilik suara itu berada?. Dhaar.. suara petir
menggelegar.
”lepaskan.........!
aaaaaaaaaaa.... aaaaaaaaaaaaaaaaa lepaskaaaaan!!!”.
Teriakan itu
kembali terngiang. Semakin lama semakin jelas kudengar. Kupercepat langkarku
sambil terus berputar- putar menoleh kesana kemari. Betapa ku kaget bukan
kepalang melihat lima pria berbadan kekar sedang menyekap seorang gadis. Dari
pakaian seragam yang mereka kenakan dan senjata laras panjang yang mereka
pegang, ku dapat menebak kalau kelima pria itu adalah tentara yahudi Israel. Kulihat,
ternyata mangsa yang mereka sekap tidak lain adalah seorang gadis muslimah berhati mulia yang
selama ini teramat sangat kusayangi dan ku cin tai itu tak obahnya adik
kandungku sendiri. Aspalela....! Melihatnya mengisak tangis
dan berteriak histris minta tolong, ku semakin nekat tanpa gentar sedikit pun
untuk meladeni lima jahannam itu.
"Keparat.....
lepaskan Adik ku....!!!" teriak ku lantang. Tanpa buang-buang waktu dengan
gagah berani ku secepat kilat ku meluncur kehadapan mereka berbekal sebatang
besi tua yang kupungut disamping jalan. Tanpa belas
kasihan, ragu atau takut sedikitpun ku hayun besi tua itu ke kepala meraka. Mereka menjerit kesakitan dan jatuh terpelanting ke belakang tanpa sempat
mengelak atau membalas serangan ku yang membabi buta.
Sebenarnya ku tak ingin
lagi mencampuri urusan mereka setelah beberapa kasus yang mereka lakukan ku bongkar
pertengahan bulan lalu. Apa lagi akhir-akhir ini aku menjadi
buronan mereka. Tapi melihat ulah mereka aku meresa tidak pernah bisa tinggal
diam, apalagi kali ini yang jadi korban kebinatangan mereka adalah seorang
gadis yang amat ku sayangi. Meski ku selalu berkilah dan menghindar dari
perangkap cintanya tapi sejujurnya dalam diam ku mulai simpati dan iba padanya.
Dan detik ini nyawa dan kehormatannya terancam. Sungguh
maatipun ku rela. Dan ku tahu, muncul dihadapan mereka sama artinya ku keluar
dari persembunyaian lalu datang dengan sukarela menyerahkan nyawa pada berandal
itu. Tapi kutak peduli. Apapun yang terjadi kalau memang sudah takdir ilahi
tetaplah saja terjadi.
Ku berdiri gagah
didepan Aspalela. Menanti serangan balik mereka. Ku terperangah melihat mereka
bukannya membalas menyerangku malah bangun dan lari terbirit-birit. Belum
sempat ku tersenyum, tiba-tiba mereka datang lagi dalam jumlah yang lebih
besar. Sebanyak apapun aku tak gentar sedikitpun. Aku siap mati syahid melawan
kafir-kafir yahudi itu.
Sejenak ku
alihkan pandangan ku kearah Aspalela masih duduk memeluk kedua lututnya. Ia
menagis dan sangat trauma dengan kejadian itu. Ku jadi semakin iba melihatnya. Kuterharu
melihat penampilannya yang sudah sangat berubah. Ia tidak lagi mengenakan pakaian
kebencian ku. Pakaian kebencian agama ku. Ia terlihat begitu anggun dengan
pakaian muslimahnya meski telah kasat-kusut di tarik pria berandal itu. Ku segera
hampiri Lela..
”Lela... ini aku,
Angga... tenganglah...!”
mendengar
suaraku. Seketika Lela mengangkat wajahnya yang bersimbah air mata. Kutuntun ia
bangkit dan memberi isyarat padanya untuk lari dan bersembunyi. Lela pun
menurutinya.
Tanpa buang-buang
waktu aku kembali berduet maut melayani gerombolan iblis jahannam yang
berjumlah kurang lebih sepuluh orang. Untung saja mereka maju satu persatu.
Beberapa kali kusempat bersalto
melayangkan besi tua dan bogem mentah dengan tenaga penuh ke wajah mereka. Tanpa
memberi kesempatan sedikitpun kepada mereka untuk membalas. Dengan besi tua
ditangan ku masih tegar dan siap memasang kuda-kuda. Tak pelak dua diantara
mereka maju mengahayunkan belati ke perut dan wajahku. Ku tidak mau melewatkan
kesempatan itu, mereka yang hidup dan dibesarkan dalam kebiadaban sudah
selayaknya diberi pelajaran. Dengan gesit ku pukul keras tangan mereka Seketika
mereka terhuyung dan roboh. Lewat sepuluh menit "berduet maut", mereka terus
mendesak ku. Berulangkaliku jatuh bangun. Ku menyadari kemenangan sangat tipis
untuk berpihak padaku. Secepat kilat kuraih sebuah senjata AK-47 yang tak jauh
didepan ku. Secepat itu pula salah seorang mereka menarik pelatuk senjatanya ke
arah ku. Dooor..! Dooor..! dooor...! Ku roboh bersimbah darah. Sempat ku dengar
jerit histeris Aspalela. Sekuat tenaga ku berusaha bangkit dan membalas
tembakan mereka sampai isi megazin senjata yang ku pegang kosong. Kulihat
mereka jatuh berderet bersembah darah.
Diantara sadar
dan tidak ku masih berusaha tetap tegar dan berjalan menghampiri Aspalela.
Berulangkali ku terhuyung dan roboh.
”Lela... sebentar
lagi pada Azan magrib. kamu pulang ya...”. pintaku sembari menyetop sebuah
taksi dan meminta sopir mengantarnya pulang. Setelah itu kuroboh tak sadarkan
diri. Aku tak tau lagi apa yang terjadi.
"Kak.....". Ia
mengiba dan terisak-isak. Ku mengarti, ia sangat trauma dengan kejadian tadi.
Tapi disadari atau tidak diakui atau tidak, kejadian itu adalah kesalahannya
sendiri. Inilah akibatnya pergi sendiri
kepasar ditengah suasana yang sangat mendukung sepeti ini. Inlah jua alasan
kenapa agama ku begitu melarang kaum
hawa keluar rumah tanpa ditemani mahram lelakinya. Jadi sekali-kali Islam
tidaklah melarang sesuatu yang terkadang kita senangi kecuali besarnyaakibat
yang sangat tidak diharapkan.
Akhirnya ku
terpaksa ikut mengantarkannya pulang. Sepanjang
perjalanan pulang tidak ada percakapan diantara kami. Masing-masing kami
memikirkan tragedi yang yang sangat tragis itu. Betapa keresahan telah
mengundangku untuk menyelamatkan Aspalela. Tak sanggup ku bayangkan bagai mana
nasib Aspalela bila seandainya ku terlambat datang. Satuhal miris membuat ku
ta`jub pada Tuhan ku, tak terbayang olehku akan sanggup menghalau lima pria
lihai dari genk kapak itu. Ini benar-benar anugrah ilahi yang sangat
spektakuler yang tidakkan pernah bisa ku lupakan sepanjang hidupku.
Di sela- sela
lamunan ku. Ku amati Pak sopir yang sepertinya jua traumat melihat kaos putih
yang ku kenakan berdarah-darah. Duh yaallah... punggungku sangat perih...
ya Allah ku terluka. Pantas saja ku pusing dan mata ku berkunang-kunang. Aku telah
kehabisan banyak darah rupanya. Ku pejam mataku menahan perih dan deru nafasku
yang mulai tersendat-sendat sesak seperti seekor duyung yang dihempas kedarat.
Tak lama kemudian ku tersadar mendengar suara Aspalela meminta taksi berhenti.
Sekilas ku lihat keluar jendela mobil hujan telah reda. Lalu entah kenapa aku
pusing dan sangat lemas takberdaya.....
Bersambung.....