Tiada semilir angin yang biasanya menyapa lewat celah
– celah jendela meski sehembus saja, tiada kicau burung yang biasanya bercumbu
riang di taman melati meski sesiul saja, tiada secercah cahaya yang biasanya
mencerahi panorama bumi meski sekejap saja. Sukma meradang di sudut hati, resah
gelisah kambuh kembali. Disini, dalam gundah yang tak tertahankan, hati mencoba
bertanya pada sunyi yang mencekam, pada gelap malam, pada kelam buta tentunya
jua pada seromoni kebisuan, kejamnya hari mengarungi kesendirian, kejamnya
waktu menggiring ku ke lembah putus asa yang sangat tidak diridhai tuhan.
Dalam rangkaian isyarah, ku pertanyakan perhatian
penuh iba yang setiap orang mendamba, ku pertanyakan pelipur lara yang
karenanya setiap orang bahagia, ku pertayakan kasih sayang yang utuh sepanjang
masa, yang tak pernah pudar walau di telan masa apalagi disekat jurang kematian
yang datang tak terduga, kupertanyakan kicau burung dan cahaya yang pergi
begitu saja. Ooo… tiada kasih yang abadi seabadi kasih-Mu, tiada cinta yang
sejati, sesejatinya cinta-Mu, tiada tempat ku mengadu, tiada tempat ku merayu,
selain Engkau….. Tuhan ku…hanya iringan munajah satu – satunya pilihanku.
Oh.. rasa malu yang mengahantui menempik keras betikan
munajah yang hendak terangkai. karna keasingan ku sendiri. Bagaimana bisa
bermunajah pada–Nya di waktu sempit dan sekarat ku. Sedangkan waktu luang dan
sehat telah ku buang percuma di lautan dosa. Memang ku hamba-Nya. Dan ku
tau Dia adalah Tuhan ku satu – satunya. Tuhan ku yang memang benar amat maha
pengasih, penyanyang dunia akhirat, yang kasihnya tidak pernah pilih kasih
meski pada hamba- Nya yang tidak tau terima kasih, tapi pada hamba yang bagai
mana? pada hamba seperti ku yang sepanjang hidupn ku tak kunjung tau terima
kasih? Tidak! Sangat tidak layak kasih yang mulya itu tercurah pada ku yang
mengabai firman-Nya. Dimana ku tau persis bunyi titah-Nya "Jika kalian
bersyukur, Aku tambahkan nikmat kepada kalian, dan jika kalian kufur, (ingatlah)
azabku sangat pedih". Memang benar pula ku hamba Tuhan. Tuhan ku yang
sangat penyayang, yang sayangnya tidak pernah pilih sayang meski pada hambanya
yang berhati setan. Tapi pada hamba yang bagai mana? pada ku yang sepanjang
hidupku tidak pernah mnepi dari lautan dosa? Tidak! Sangat tidak layak kasih
sayang- Nya yang suci tercurah pada hambanya yang durhaka....Jatuh dan
berderailah air mata yang tak sanggup ku bendung lagi.
Terisak dalam kenangan hina penuh dosa yang telah
kurajut sepanjang hidup ku. Tangis pilu ku pecah… kelangit tak sampai ke bumi
tak kunjung sama persisnya…ku sadar munajah ku sia – sia, meski Dia berseru
"berdoalah nisacaya ku kabulkan doa mu", karena sesungguhnya doa
seorang hamba akan tertolak menta – mentah bila nur hatinya telah dipadamkan
oleh ulah cintanya sendiri.
Dan engkau, betapa selama ini kau mengakui cinta
sejati pada Azzawajal tapi tidak mengindahkan jalan – jalan yang telah
digariskan-Nya. Bagaimana umpamanya kau mengakui cinta pada seorang gadis namun
sama sekali tidak kau jaga perasaannya dan tidak pernah kau membahagiakannya.
Betapa selama ini kau mengakui cinta sejati pada rasul tetapi jangankan kau
ikuti setiap risalah dan sunnahnya, malah kau lupakannya. Betapa selama ini kau
mengakui cinta surga tapi tidak mempersiapkan bekal untuk kembali padanya.
Betapa selama ini kau mengakui iblis adalah musuh bebuyutan mu tapi tidak
menjauhi dan berhati – hati terhadap jebakan mautnya malah kau bersekutu
dengannya. Betapa selama ini kau mengakui takut dan tak kuasa menahan azab
neraka tapi tidak pernah kau akhiri kedurhakaanmu dalam hawa napsu. Dan kau
mengaku takut dijemput malaikat maut tapi kau tak pernah mempersiap diri
untuk menghadapinya dengan senyum ceria. Betapa kau makan dan minum dari
pemberian Allah tapi tidak mensyukurinya. Betapa kau mengukur keaiban
orang lain, sebesar semut tampak nyata dan kau lupa pada aib mu sendiri sebesar
gajah di pelupuk mata. Dan kau telah mengubur orang mati tapi tidak mengambil
i`tibar kalau kau akan dikubur esok harinya".
Dengan tegas hati kecil menuding ku. Seakan ia bukan
belahan jiwaku. Duhai sedih dan pilunya batin ini. Tiada kata lagi yang mampu
ku ungkapkan. memang sudah kodratnya penyesalan selalu datang terlambat.
Subhanallah, secercah cahaya dan kicau burung yang sedari tadi ku pertanyakan
kudapati. ternyata tuhan mendengar tangis dan isak munajah dalam
kerendahan hati ku, tapi……, inikah kicau burung? Inikah cahaya indah itu?
Kusadar, tidak….. oh tidak!.. ku tau mulai menyadari bahwa sungguhnya cahaya yang
ku dapat bukanlah pandangan indah taman melati tempat kupu – kupu menghibur
diri dalam kepak sayapnya. Melainkan wajah orang – orang yang ku saying, wajah
orang – orang yang ku cinta menderai air mata. Kicau burung sayup – sayup
sampai yang kudengar hingga jelas ku dengar ternyata isak orang – orang yang ku
sayang, ternyata tangisnya orang – orang yang ku cinta. Oh tuhan ternyata
ruangan serba putih tempat ku terbaring lesu adalah rumah tempat berkumpulnya
orang – orang sakit. Ada apa gerangan..? apa ku sakit ?. apa ku sudah gila?
Kenapa ku tak sadari semua ini?. Lama ku peras otak mereka ulang apa sebenarnya
yang terjadi, ada apa gerangan
Akhirnya ku ingat kalau beberapa jam yang lalu
ku sempat duet berandalan terminal. Saat itu ku berjuang mati-matian demi menyelamatkan
seorang gadis muslimah yang hendah dirampas kehormatannya. Ku benar-benar tak
menduga kalau gadis muslimah yang kutolongi itu ternyata Aspalela. Gadis
pertama yang mencinta ku. Yang tak pernah menyerah mengetuk pintu hati ku.
Gadis pertama yang hadir membuka memory cinta dalam hidup ku. Padanya ku
mengenal cinta karna dialah yang pertama mencintaiku meski cintaku padanya tak
pernah terungkap.
Entah, bersalahkah aku terus membiarkannya mencintai
ku sedangkan aku tak mengatakan ya atau tidak yang padahal diriku pun sangat
mencintainya sama seperti dia mencintai ku. Apakah detik ini ia telah
ditunangkan dengan seseorang pilihan orang tuanya? Apkah ia menerimanya karna
lelah mengharap cinta ku yang tak pasti? Tidak, ku yakin Lela tahu semua, Lela
tahu ku mencintainya dan ia pun tahu kenapa ku tak membalas mengungkapkan cinta
padanya. Semua belum tiba saatnya. Dia tau ku hanya akan jatuh cinta pada
seorang yang telah halal bagi ku. “oh…!!! Astagfirullah…!!! Ampuni hambamu ya
Allah..! ku telah melayani perasaan ku. Perasaan yang seharusnya ku enyahkan
dari benak ku karna perasaan itu beralamatkan pada seorang gadis yang belum
halal bagi ku. Pada-Mu ku memohon utuhkan cinta dan kasih sayang ku buat
seorang gadis yang nantinya halal bagi ku. Biarlah dia jadi cinta pertama ku.
Cinta yang engkau, rasul dan seluruh malaikat-Mua ridho pada ku…
Astagfirullahal adhim ya Allah…!!!.”
***
Bermulanya pesona. Diufuk timur fajar mulai
menyingsirkan sinarnya, Melebar senyum cerahnya pada dunia, Pada burung –
burung yang berkicau ria di atas dahan, Pada gunung – gunung yang tinggi
menjulang, Pada hamparan laut yang kebiruan, Tentunya jua pada ku yang sedang
duduk termenung sepi diatas trotoar pelabuhan, Pelabuhan yang selalu jadi teman
setia kala ku terenyuh dalam duka nestapa. mata ku terus terpana seakan tak mau
terpejam barang sedetik jua menatapi riak yang jua tak pernah lelah berkejar –
kejaran bersama camai yang kini menertawakan buah tasbih kecil terus berputar
di telunjuk kanan ku.
“ subhanallah, subhanallah, subhanallah”
Kutawar setiap duka dan kesedihan yang hadir disetiap
desah nafas dan denyut nadi ku. Ku tadabbur setiap gerak dan diamku,
setiap masalah yang menghalangi jalanku. Setiap hikmah yang dijanjkan dibalik
semua itu. Ku sish satu pertanyaan, kapan kiranya duka nestapa itu mampu
kusulap jadi senyum terindah dalam hidup ku…?
“iZza……..! ngapaen pagi – pagi geni termenung. Tak
baik terus-terusan nyendiri di tempat seperti ini.….? sapa pria berbadan kekar
yang bekerja di pelabuhan itu yang tak lain adalah pak Arman, tetangga yang jua
teman baik almarhum papa Ku hanya tersenyum getir padanya. Tentunya sebagai
ungkapan terimakasih banyak dariku atas perhatian pria yang baik hati itu.
“nggak sekolah… Za..?” lanjutnya lagi sambil terus berlalu menghampiri teman
– temannya yang sudah dari tadi berkumpul lengkap dengan seragam dinasnya.
Seperti biasanya, pagi-pagi buta mereka sudah siap - siap membongkar barang
yang dipasok kapal kargo Klantan, yang sebentar lagi akan merapat kepelabuhan
Senyum getir penuh dukaku kembali terenyuh dalam
tatapan kosong pada riak – riak yang tak pernah bosan menjilat bibir pantai.
Semilir angin berdesir mengalirkan kesejukan menembus kulitku. Namun sedikitpun
ku tak bergeming dibuatnya. Sebenarnya ku tidak sedang terpesona dengan
keindahan pantai. Tidak jua sedang terpikat pada hamparan laut biru yang
usianya tak seorang pun tau. Tidak jua sedang memikirkan kapan semuanya itu
telah ada, semenjak kampung – kampung di sekelilingnya bermula atau semenjak
awal dunia tercipta. Sejatinya ku sedang memikirkan cercaan demi cercaan ibu
wali kelas, setiap kali bayangannya berkelebat dimata ku, kata demi kata yang
terucap, terbesit di bibirnya begitu lumrah mencabik-cabik batin ku. Padahal,
perjuangan di bangku SMA tinggal setahun lagi. Tapi semuanya amburadur,
tersandung dan terbentur dengan berbagai masalah yang semakin hari semakin
menjadi – jadi.
Skandal cinta mati seorang cewek telah menggiringku
kelembah putus asa penuh duka. Seorang cewek berparas ayu telah mengacak-acak
masa depan ku. Bagaimana tidak !, karenanya ku bolos sekolah berminggu-minggu
hingga nama baik ku sebagai siswa teladan dan sang juara kelas telah hancur.
Gadis yang ku maksud tak lain adalah teman sekelas ku. Aspalela.
Ironisnya dia anak semata wayang ibu wali kelasku. Masalahnya dia menaruh
perasaan yang berlebihan pada ku.
Ku tak menduga dalam diam Lela telah jatuh hati pada
ku. Ironisnya lagi, tiada secercah kebahagiaan yang ku dapat. Malah sebaliknya,
jatuh bangun dalam duka nestapa yang tiada habisnya. “Tuhan singkirkan duri itu
dari jalanku…” begitulah kiranya doa yang yang setiap detik harus ku adukan
pada-Nya. Betapa tidak, ungkapan Cinta dan sikapnya bagaikan penjara yang
didalamnya neraka penuh azab siksa yang setiap harinya membuatku menetes air
mata dan cabut sekolah.
Satpam, wawak, teman-teman sekelas semuanya
menyaksikan betapa setiap harinya ku pulang tanpa permisi. Semuanya
dengan sangat terpaksa ku lakukan meski status siswa teladan yang pernah kuraih
kini raib dalam skandal perasaan haram itu. Dengan sangat terpaksa kutempuh
jalan singkat itu demi menghindari perangkap – perangkap maut Aspalela yang
telah dibutakan oleh cintanya. Jenuh. Aku benar-benar jenuh. Kini ku
terbelalak. Nyata sudah senyum merekah yang selama ini menyambut kehadiran ku
disekolah bukan senyum tulus seorang sahabat atas nama persahabatan yang
bernilai fahala, tapi senyum penuh makna seorang sahabat atas nama cinta.
Oh... ku jadi semakin benci pada diri ku sendiri. kenapa harus pada ku?. Kenapa
harus aku?... pertanyaan itu bagaikan anak panah yang meleset dari busurnya di
tengah kegelapan malam dan menusuk bertubi-tubi kejantungku.
Senja kini. Hitung- hitung, Pertengahan januari lalu
ketidak hadiranku tercatat di buku absen ibu wali kelas sudah 65 alpa. Belum
lagi cabut dan alpa dua minggu ini. Oh!! Persetan dengan cinta Aspalela… Wajar
sangat bila ibu wali kelas marah dan gusar karna kebolosan ku telah mencemar
nama baik kelas yang ia pimpin. Tapi… apalah daya ku menghadapi Aspalela
yang tak lain adalah putri semata wayangnya. Bukan karna harta atau raut wajah
yang membuat ku tak sudi menerima dan membalas segenap harapan Aspalela. Bahkan
kalau dihitung – hitung Lela lebih Cantik dari Pretty Cinta, bintang bersinar
di film bollywood itu.
Kekayaannyapun tidak kurang. Baru kelas satu SMA ia
sudah punya mobil pribadi dan usaha sendiri. Bayangkan, kecil-kecil sudah jadi
manten begitulah kata oang jawa. Bukan pula karna ku sendiri berasal dari
keluarga yang tak berpunya harta benda yang tinggalnya jauh di pelosok desa
atau diriku yang hampir tak mampu membayar SPP sekolah. Bukankah semua orang
tahu pangkat jabatan atau harta benda tidak pernah jadi ukuran dalam cinta.
Kalau pun ada hubungan yang terjalin karna kecantikan dan ketampanan, itu bukan
atas dasar cinta, tetapi birahi. Kalaupun ada sebuah hubungan yang terjalin
karna harta benda dan kekayaan, itu bukan dan sama sekali tidak atas dasar
cinta. Tetapi materi.
Jiwa ku bergolak antara maju dan mundur. Hati ku
bimbang di antara ya dan tidak. Sebenarnya, semua orang tahu, Keputusan mutlak
ada di tangan setiap individu untuk menerima dan menolak siapa saja yang ia
kehendaki. Konon katanya cowok itu adalah pencari dan cewek itu adalah penunggu
sebuah pencarian itu. Dan aku cowok, bukan cewek.
Jadi apa sususahnya…? Timpal teman ku. Tidak sobat, masalahnya,
aku punya hati yang mungkin sebagai seorang cowok kau akan muak dengannya.
Karna hati inilah yang tak tega menolak cinta Aspalela. Memang ku akui, ku tak
punya hati seputih dan selembut awan dan sangat tidak layak pula berada pada
martabat yang mulia itu, tapi hati kecilku selalu mengingatkan untuk pandai
menimbang rasa. Jelaslah betapa sakitnya bila perasaan disia-siakan. betapa
sakit dan kecewanya bila cinta tak kesampaian. Aku memang cowok tapi aku bukan
raja. Apa kata dunia, Mentang- mentang kita seorang cowok bisa berbuat
seenaknya? Tidak sobat.
Prinsipku ketika dicintai jangan sekali-kali engkau
jadi raja. Karna, memang hari ini kau sedang dicintai, mungkin besok kau yang
akan mencintai. Dan hukum karma itu berlaku, bila hari ini kau jadi raja yang
angkuh dan sombong, kelak ketika kau akan mencintai, ku akan jadi budak seorang
ratu yang angkuh dan sombong dan sama bejadnya. Jawab ku pelan, berusaha
menyakinkannya.
Seiring dengan bergulirnya waktu, ku larut dalam
gejolak perasaan ku sendiri. Setiap harinya hanya menyendiri dan menyepi
hanya karna tak tega menyakiti perasaan orang lain. sejujurnya Aku punya semua
yang cowok lain punya. punya napsu, punya cinta jua kasih sayang. Sesungguhnya
ku punya seribu alasan kenapa ku benci pergaulan bebas. Terutama, ku
sangat tidak mau menginjak – injak petuah bunda. “jangan sekali-kali bermain di
dekat sumur, suawatu waktu kamu akan terjatuh kedalamnya”. Dan tempo hari
petuah itu kembali terucap. Petuah yang begitu bermakna bagi seseorang yang
berfikir. Apalagi seseorang itu selalu mengindahkan benih iman yang telah
tertanam dalam dadanya semenjak ia lahir. Lebih dari itu, buat ku sekolah
bukanlah tempat mencari pacar atau pacaran, tapi tempat mencari ilmu pengetahuan.
Sekali lagi sekolah bukan tempat belajar mencari jodoh atau pasangan hidup tapi
tempat belajar ilmu pengetahuan. Sekali kali pula bukan tempat berbagi kasih
sayang tapi tempat berbagi ilmu pengetahuan. Meskipun ya dan tidak pernah
dialarang, buat ku kesempatan itu belum saatnya untuk kujelajahi. Meskipun
sudah tiba saatnya, tapi pacaran itu tidak ada dalam kamus agamaku. Agama ku
sangat membatasi hubungan antara lelaki dan perempuan yang bukan mahram. Batas
itu hanya bisa dilalui dengan sebuah akad yang sah yaitu pernikahan.
Coba ! wajarkah seorang siswa yang masih duduk di
bangku sekolah seperti ku berbicara masalah pernikahan? Oh sobat…! apa kata
dunia bila pria seusia ku menikah?! Bagaimana bisa jiwa ku yang masih kosong
ilmu pengetahuan agama, menjaga tugas dan kewajiban sebagai seorang Suami,
bagaimana bisa ku bahagia dan membahagiakan Istriku layaknya Rasulullah Saw.
dalam membahagiakan Aisyah.
Tak obahnya
Sesuap nasi di kelaparan
seteguk air dikehausan
pelita di kegelapan
selimut di kedinginan malam
pelipur lara di kedukaan
benteng keselamatan
istana keabadian
sepanjang hayat dikandung badan.
Bukankah seorang suami harus menjadi pembimbing bagi
Istrinya?, akankah daku menjadi Suami laknat Allah??? Tidak ! sama sekali
tidak. Sama sekali tidak terlintas dibenakku untuk hal itu. Sama sekali belum
terbesit dihatiku untuk memikul beban yang maha dahsyat itu. Latar belakang
inilah yang selalu mengukuhkan diriku untuk tidak membalas cintanya. Cinta yang
jelas – jelas terlarang dalam agamaku. Cinta yang jelas-jelas haram hukumnya
dalam agamaku. Keharamannya karna mencegah lebih baik dari pada mengobati.
Sesuai dengan teguran dalam sapaan terindah-Nya jangan kau dekati zina.
Jangankan untuk berbuat, mendekatinya saja sudah dilarang. Dan larangan
tegas itu bermaknakan haram. Jelaslah pergaulan bebas dan pacaran haram dalam
agama ku. Tentunya jua menjalinan cinta dan memadu kasih sayang diluar ikatan
nikah itu jua jelas haram.
Dan ku tak kan pernah menyangsikan syariah tuhan ku.
Dia yang maha mengetahui tidaklah menghalalkan sesuatu kepada hamba-Nya kecuali
atas dasar kasih sayang-Nya yang tiada bertepi. Dan tidaklah Ia mengharamkan
sesuatu kepada hamba-Nya kecuali atas dasar cinta dan kasih sayang-Nya pula.
Tentunya ia ingin hamba-Nya selalu bahagia, damai dan aman sentosa di dunia dan
akhirat pastinya. Fakta bebicara, Dia mengharam pembunuhan demi keselamatan
jiwa segenap hamba-Nya. Dia mengharamkan khamar demi keselamatan akal sehat h
segenap amba-Nya. Dan Dia mengharamkan pencurian demi keselamatan segenap harta
benda hamba-Nya. Begitu pula halnya dengan perzinaan. Dia mengharamkan
perzinaan itu demi keselamatan dan kejelasan identitas segenap keturunan
hamba-Nya. Sekali lagi, ku takkan pernah menyalahinya walau segalanya harus ku
korbankan. meski nyawa harus kupertaruhkan. Selama matahari masih bersinar
harapan selalu milikku. Ku tak boleh menyerah…
Seketika bayangan Aspalela berkelebat dimataku...!.
dengan penuh semangat ia berdiri didepanku. aneh benar kenapa dia tetap
bersikukuh dengan kata hatinya padahal betapa ku selalu menghindar darinya.
ingin rasanya ku berteriak lantang didepannya.
"
Lela........... engkau bagaikan jurang yang sangat luas dan dalam, dengan
tebing – tebingnya yang terjal menjajal hiduku. betapa ku sangat sengsara karna
mencoba mengertikan mu Lela.......tidak adakah secuil perasaan dari mu untuk
mengertikan ku?..".
Disaat-saat seperti ini rasanya tiada kata lagi yang
mampu ku ucap untuk memarahinya dalam hati ku. betapa selama ini ku selalu
menjaga tutur kata dan sikap ku agar tidak seorapun yang tersinggung dan
terluka karenaku, tak terkecuali Aspalela. Buat sekarang dan esok harinya
haruskah semua itu ku akhiri?
“Ahhhh….! Tidaaaa…..k! Persetaaaaan!!! persetan dengan
cintaaaa…!!!” ku berteriak lantang sembari bangkit dari duduk dan
berelari sekuat tenaga. ku berlari dan terus iangin berlari sampai tenagaku
terkuras habis. Seakan semua masalah yang sedang menyiksa batinku luluh bersama
peluh yang mengucur dari kening bersama derai air mata duka yang terus meretas
membasahi pipi.
“ Jangan penah jatuh cinta pada sebuah ciptaan,
sebelum antum jatuh cinta pada pencipta ciptaan itu
sendiri….
Dan jangan pernah membalas cinta sebuah ciptaan,
sebelum antum membalas cinta pencipta ciptaan itu
sendiri....
Di depan Bunda ku terengah – engah kelelahan. Tapi
wanita yang mulia ini tidak ambil kaget atau heran hingga harus bertanya-tanya
dengan keadaan ku. sekilas ku sempat menangkap gurat wajah penasarannya. tapi
gurat itu seketika ia sembunyikan dalam sungging senyumnya yang selalu indah
dihatiku. Seakan apa yang sedang terjadi sudah begitu sering dilihatnya.
padahal baru kali ini ku pulang bercucuran keringat dan terengah - engah
layaknya bocah-bocah palestina yang lolos dari moncong senapan yahudi Israel.
tapi tiada pertanyaan yang harus ku jawab kalaku lelah dan hampir kehabisan
nafas seperti ini. ohh! luasnya samudara kasih sayang dan pengertianmu yang
tiada bertepi selalu teduh tuk kunikmati, bunda, itulah beliau, Bundaku. Wanita
yang paling kusayangi sepanjang hidupku. Dialah wanita pertama pula yang paling
kucintai, ya, Yang pertama dalam hidup ku. Dia pula dewi tercantik dihatiku,
yang takkan terkalahkan meski seribu miss Indonesia antrian mencoba
meraih posisi itu, sepanjang hidup ku. Ya, sepanjang hidupku.
Malaikat selalu
menyaksikan betapa jujurnya ungkapan ini, karna Yang cantik menawan belum tentu
nyaman mata memandang,yang elok mempesona belum tentu membahagiakan. Tetapi,
mata yang selalu bertadabbur atas kebesaran-Nya, mulut yang selalu berzikir
menyebut asma-Nya, perkataan yang selalu mengingatkan manusia dan wajah yang
selalu bersimbah wudhuk hanya karena Rabbnya. Dialah yang cantik itu, yang
kasih sayangnya tak pudar ditelan waktu, yang mengulur tangan siap membantu,
yang melangkah lebar siap berpacu, beramal dan berbuat baik setiap waktu.
Dialah sang ratu kecantikan itu, atas dasar semua itulah kuurungkan semua
niat ku menikmati dunia berdua dalam bayang-bayang cinta Aspalela.
Masih dengan senyum ramahnya, bunda mengambil handuk
ku. kutatap jam dinding yang terpajang tak jauh di sebelah kanan emak.
“masih pukul tujuh. Hari ini adalah hari penentuan
riwayat pendidikan ku. Ku harus datang untuk meraih semua itu. Tiada yang tak
mungkin. Ku bisa! Ku harus jadi lulusan terbaik. Ya, buat bunda. Bundaku
tersayang.” desahku........
Bersambung............