Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. yang masyhur di Aceh dengan istilah “Mauled” ialah
kegiatan mengingat, menghayati dan memuliakan kelahiran Rasulullah Saw.. Di Aceh
khususnya, dan di dunia pada umumnya,
kegiatan peringatan maulid ini telah dilaksanakan secara turun menurun, dan
sudah menjadi tradisi masyarakat pada setiap bulan rabiul awal, namun disisi
lain, ada kalangan yang menentang pelaksanaan
maulid dengan Berbagai alasan, misalnya menuding bahwa maulid termasuk dalam
perbuatan bid’ah yang sesat dan dilarang agama. Karena itu, disini kami
ketengahkan permasalahan maulid kepada pembaca untuk membuktikan bahwa maulid
yang dilaksanakan di Aceh khususnya dan dunia pada umumnya memiliki dasar hukum
dan pondasi yang kuat.
HUKUM MEMPERINGATI
MAULID SAW.
Permasalahan
Maulid tidak hanya dibahas di masa kita sekarang, tetapi ulama-ulama masa
lampau sudah membahasnya secara panjang lebar, dan mayoritas ulama Ahlussunnah
wal Jama’ah menampakkan sikap dukungannya terhadap perayaan maulid Nabi
tercinta, maka disini kami sampaikan beberapa komentar Ulama besar Ahlussunnah
wal Jama’ah mengenai hukum pelaksanaan maulid.
Tersebut
dalam fatawi al-Hafidz as-Sayuthi pada bab walimah bahwa beliau
ditanyakan tentang perayaan maulid Nabi Saw. pada bulan rabiul awal, apa
hukumnya menurut syariat, apakah hal itu terpuji atau tercela, dan apakah yang
merayakannya dapat pahala atau tidak. Beliau menjawab,
menurut saya asal maulid Nabi yang dirayakan dengan berkumpul masyarakat, dan
dalam acara itu mereka membaca beberapa ayat-ayat al-Quran, kisah-kisah
kebesaran Nabi, dan hal-hal yang terjadi pada hari kelahiran nabi, kemudian
dihidangkan makanan, kemudian mereka pulang bersama-sama setelah menikmatinya,
adalah bid’ah hasanah yang pelakunya diberikan pahala, karena perayaan
itu bertujuan mengagungkan Rasulullah Saw. Juga menampakkan kegembiraan atas
lahirnya penghulu alam yang mulia.
Imam Abu Syamah (gurunya Imam al-Nawawi) menegaskan “Sebaik-baik bid’ah pada masa kita
ialah apa yang dikerjakan tiap tahun yang bertepatan dengan hari kelahiran Nabi
Muhammad Saw. yang dirayakan dengan
bersedekah, berbuat baik kepada sesama dan menampakkan kegembiraan atas
datangnya Nabi Mustafa. Selain bermurah hati dengan fakir, perayaan itu juga
mengandung makna cinta kepada Nabi Saw., ta’zhim
kepada
Nabi dari dalam hati, dan syukur terhadap rahmat Ilahi yang telah mengutus
Rasulullah Saw. sebagai rahmat bagi
sekalian alam.”
Syaikh al-Hafidz as-Sakhawi mengutarakan, “sesungguhnya maulid dilaksanakan pertama sekali pada kurun ke tiga, kemudian setelah itu ummat islam
diseluruh daerah dan kota-kota besar selalu merayakan maulid, mereka
memperbanyak sedekah di malam maulid, mereka juga antusias membaca sirah
tentang kelahiran Nabi yang mulia. Banyak
limpahan rahmat atas mereka dengan berkat Rasul mustafa.”
Berkata Ibnu aj-Jauzi, “sebagian dari keistimewaan maulid ialah bahwa pada
tahun itu ummat dalam keadaan aman dan mereka bergembira karena akan
tercapainya cita-cita. Aj-Jauzi
melanjutkan, dari kalangan Raja-raja, yang pertama merayakan maulid ialah Raja
al-Muzhaffar alias Abu Sa’id
yang merupakan Raja Negeri “Irbil”. Al-Hafizh Ibnu Dihyah (yang
datang dari Maroko) mengarang sebuah kitab untuk Raja yang berjudul “at-Tanwir
fi Maulidi al-Basyir an-Nazir”, Raja menghargainya dengan memberikan hadiah
uang sebesar seribu dinar. Pemimpin “Irbil” yang cendikia, pemberani,
pahlawan, cerdik, berilmu dan adil ini merayakan maulid dengan sangat meriah pada
bulan Rabiul Awwal. Beliau menjabat sebagai raja hingga wafat. Al-Muzhaffar
juga punya jasa besar dalam perang eropa yang dahsyat di kota ‘Aka pada tahun 630 H. Sungguh seorang raja yang
mulia Dunia dan akhirat Insya Allah.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani berpendapat bahwa perayaan
maulid sandarannya hadits yang sebut dalam Shahihain (Sahih Bukhari dan
Muslem) Bahwasanya Nabi Saw. Mendatangi madinah, beliau bertemu dengan para yahudi
yang berpuasa pada hari Asyura, maka Beliau menanyakan kepada mereka tentang
hal itu, mereka menjawab, “Hari asyura ialah
hari dimana Allah menenggelamkan fir’aun, dan memenangkan musa As., karena itu
hari ini kami puasa sebagai tanda syukur”. Rasul
Saw. menjawab, “kami lebih pantas terhadap musa As. daripada kalian."
Hadits ini menunjukkan
kebolehan memperingati hari bersejarah jika bertujuan syukur kepada Allah Swt.
selain itu, Abu lahab diringankan azabnya pada hari senin karena memerdekakan Tsuwaibah
lantaran gembiranya dengan kelahiran Rasul Mustafa Saw..
Masih mengenai dalil maulid, Imam
as-Sayuthi mendasari perayaan maulid dengan hadits riwayat al-Baihaqi
bahwasanya nabi menyembelih aqiqah untuk dirinya setelah kenabian padahal
kakeknya Abdul muththalib telah beraqiqah untuk nabi Saw. pada hari ketujuh
setelah kelahirannya. Menurut as-Sayuthi ini menunjukkan bahwa sembelihan yang
dilakukan nabi bertujuan syukur kepada Allah Swt. yang telah mengutus Rasul
Saw. sebagai rahmat bagi sekalian Alam dan sebagai pembawa syariat kepada
ummatnya sebagaimana beliau juga bershalawat bagi dirinya karena tujuan
tersebut. Maka disunatkan bagi ummat Muhammad Saw. mengungkapkan rasa syukur atas kelahirannya dengan berkumpul dan bersedekah atau dengan pelbagai ibadah dan semua kegiatan yang menampakkan
kegembiraan.
Hadits diatas juga diriwayatkan oleh ath-Thabrani sebagai berikut:
حدثنا احمد قال حدثنا
الهيتم قال حدثنا عبد الله عن ثمامة عن أنس ؛ أن النبي صلى الله عليه وسلم عق عن
نفسه بعدما بعث نبيا
Artinya: Dari Anas Ra. Bahwa sesungguhnya
Nabi Saw. meng-aqiqah daripada dirinya
setelah beliau diutus menjadi Nabi.
PUJIAN ULAMA TERHADAP PERAYAAN MAULID
Dari penjelasan diatas dapat kita pahami bahwa begitu banyak ulama besar
yang mendukung pelaksanaan maulid, ini sudah cukup menjadi bukti kebenaran dan
ke-shahih-an merayakan maulid, namun dibawah ini kami sajikan pujian beberapa
ulama besar tentang perayaan maulid agar dapat memotivasi kita untuk
melaksanakan maulid lebih meriah dari biasanya, karena acapkali pesta Ultah
kita laksanakan lebih meriah daripada acara Maulid Khairil Anam, wa sayyidil
Mursalin. Berikut pernyataan Ulama ikutan kita:
1. Al-Hasan al-Bashri Qaddasallahu sirrahu:
“Andaikan aku punya emas sebesar gunung Uhud, sungguh aku sumbangkan untuk
pelaksanaan maulid Rasulullah Saw.”
2. Al-Junaid al-Baghdadiy Rahimahullah:
“Barangsiapa menghadiri Maulid Nabi Saw. Dan mengagungkan Rasul Saw.
Sungguh ia mendapat kemenangan dengan iman.”
3. Al-Ma’ruf al-Karkhiy Qaddasallahu sirrahu:
“Barangsiapa menyediakan makanan untuk acara baca Zikir maulid Nabi Saw,
mengajak kawan-kawan (untuk merayakannya), menghidupkan lentera (untuk acara
tersebut), memakai baju baru (untuk menghadiri acara), memakai wangi-wangian,
dan berpenampilan bagus untuk mengagungkan maulid Nabi Saw., niscaya Allah Saw.
Akan megumpulkannya di hari kiamat bersama pada Nabi, dan dimasukkan dalam
syurga yang paling tinggi. Dan
barangsiapa membaca Zikir maulid diatas koin (mata uang) perak atau emas
kemudian mencampurkannya dengan koin-koin yang lain, maka koin – koin tersebut
akan diberkahi, dan pemiliknya Insya Allah akan selalu berkecukupan, tangannya
tidak akan kosong (dari rizki) dengan berkat Maulid Rasulullah Saw.”
4. Al-Imam al-Yafi’i al-Yamani Rahimahullah:
“Barangsiapa yang mengumpulkan kawan-kawannya untuk maulid nabi, menyediakan
makanan, menghias tempat pelaksanaan maulid, berbuat kebaikan, dan menjadi
penggerak zikir Maulid Rasul, niscaya Allah akan membangkitkannya bersama pada
hari kiamat bersama pada “Shiddiqin”, orang-orang syahid, dan orang –
orang shalih, dan ia akan dimasukkan ke surga an-Na’im.”
5. As-Sari as-Saqatiy Rahimahullah:
“Barangsiapa yang berniat menghadiri
majlis tempat dibaca Zikir Maulid Nabi Saw., maka ia telah menuju satu kebun
dari kebun – kebun syurga., karena sesungguhnya ia menghadiri tempat itu atas
kecintaannya kepada Nabi Saw., sedangkan Nabi Saw. Pernah berkata, “Barangsiapa
mencintaiku, ia akan bersamaku dalam Surga”.
6. Sultanul ‘Arifin, Jalaluddin as-Sayuthi dalam kitabnya “al-Wasa-il fi
Syarhi asy-Syama-il”:
Setiap Rumah, mesjid atau tempat yang didalamnya dibacakan Zikir maulid
Nabi Saw., rumah itu akan dikelilingi oleh malaikat dan dipenuhi rahmat serta
cahaya. Malaikat yang mengelilingi tempat-tempat itu ialah: “Jibril As.,
Mika-il As., Israfil As., Qarba-il As., Aina-il As., ash-Shafun As., al-Hafun
As., al-Karubiyun As.”. Mereka berdo’a kepada orang-orang yang menjadi
penggerak acara baca Zikir Nabi Saw.
(Sumber: I'anatu ath-Thalibin, III/363-365, Toha Putra Semarang, dan beberapa sumber lain)