Masa
kecilku memang tak semulus remaja seusiaku. Hingga kini aku tidak pernah melihat
cantiknya wajah ibu kandung yang telah melahirkanku. Atau gagahnya ayah yang
kata orang berasal dari pakistan. Wah, kalau kalian menyangkaku keturunan indo
aku memang cukup beruntung. Aku memiliki wajah cantik indo arab yang membuat
ibu asuhku justru tak mau melepaskanku dalam pengasuhan orang lain. Namun, wajah
ini pula yang membuat hidupku selama sepuluh tahun penuh, penuh dengan
penyiksaan dari ibu asuhku dan keluarganya keluarga yang awalnya mencintaiku.
Ibu
asuhku yang bernama ibu sury membuatku tak bisa lagi melihat mentari pagi
seindah yang kalian nikmati. Setiap pagi aku lihat hanya kabut. Kabut rasa
pedih akibat ibu sury selalu mengoleskan balsem, deterjen bubuk, dan potongan
cabai rawit dikedua mataku yang indah. Kini aku hanya bisa melihat dari jarak 3
meter, tidak lebih. Padahal aku tidak dilahirkan buta, aku dilahirkan normal.
Aku
terkadang sering merasa sendiri dan sepi, aku ingin selalu ada orang yang
menemaniku, mengerti aku dan bahagia bersamaku. Aku hanya ingin berbagi
kebahagiaan, aku hanya ingin perhatian, namun keinginan ini pula yang
sepertinya membuat ibu asuhku justru terbalik menyiksaku, menjadikanku tempat
kemarahannya, menjadikanku boneka yang siap disiksa kapanpun sesuka hatinya,
menjadikanku seonggok daging yang bebas disakiti, diinjak, disiram dengan air
mendidih bebas dilukai olehnya. Padahal aku sudah berusaha pasrah, sepenuh hati
aku berusaha menyenangkan hati ibu sury dan keluarga dengan mengerjakan
pekerjaan rumah tangga sejak aku balita. Bahkan, aku menganggap apa yang yang
dilakukan ibu sury dan keluarganya padaku semata adalah karna kasih sayang dan
perhatiannya. Namun sepertinya ibu sury dan keluarganya tidak pernah mengerti
bahwa aku kerap bertingkah karna aku menginginkan perhatian darinya.
Sepuluh
tahun darah itu tidak pernah berhenti mengalir dari tubuhku. Tubuh anak asuh
yang ringkih karena tidur dan tinggal dikamar mandi dan makan dari sisa makanan
keluarga mereka. Tubuh yang setiap pagi hanya kenyang dengan sendutan api rokok
dan siraman air panas, cacian, makian dan hinaan telah menjadi sahabat setiaku,
yang menemaniku menjalani hari-hari sebagai seorang anak yang tak berdaya. Aku
hanya bisa mengadu, minta ampun, berharap ada orang yang bisa mengerti apa yang
kurasakan, mendengar dan tergerak hatinya untuk menolong seorang anak kecil
yang masih menjerit-jerit minta tolong hingga jam dua dini hari, waktu ketika
anak-anak seusiaku terlelap dalam hangatnya selimut kasing sayang kedua orang
tuanya.
Ketika
kemudian ada orang yang kebetulan tergerak hatinya dan menanyakan tentang
suaraku pada ibu sury dan keluarganya. Aku pun harus menjilati darah yang lebih
deras mengalir dari kepalanya yang telah membusuk, ibu sury marah besar, balok
kayu pemukul dan tongkat yang telah membuat luka-luka dikepalaku setiap hari
kian membesar dan membusuk, semakin sering menghampiri kepala wajah, dan
tubuhku rasa sakitnya sudah tak kurasakan lagi, tertutup oleh darah beku dan
nanah yang mengeras diatas lukaku. ibu sury menyiramku dengan air mendidih yang
baru saja dimasaknya dipaha kakiku dan menggosok luka melepuh itu dengan sikat
kamar mandi, lalu tubuhku direndamnya dilarutan deterjen. Sakit . . . . sakit
sekali. Tapi sakitnya hatiku lebih nyeri karna masa depanku nyaris pupus oleh
perlakuannya.
Namun
kini aku telah bebas sahabat !!! aku kini tidak mengeluarkan lagi suara
menjerit dan minta tolong !
Kalian
tahu sahabat ? itu karna Allah yang
menolongku melalui perantara mama pipiet yang membawaku keluar dari rumah ibu
sury.
Sahabat
. . . . kini aku akan bahagia, aku akan selalu tertawa ketika kalian menanyakan
bekas luka apa yang kini menyebabkan kepalaku pitak. Aku akan tetap bahagia
meski kalian menanyakan penyebab2 guratan yang membuat seluruh wajahku
berbentuk aneh, sehingga banyak orang yang menyangka aku mengalami keterbelakangan
mental. Sahabat . . . .! Bisakah kalian
bayangkan bagaimana aku ? perjalanan hidupku selama sepuluh tahun yang penuh
dengan penderitaan dan penyiksaan ibu sury dan keluarganya adalah episode yang
akan menjadi pelajaran dalam hidupku, aku akan belajar untuk menjadi orang yang
membuat orang lain bahagia, karna aku tak ingin lagi ada orang yang merasakan
penderitaan yang aku rasakan. Tapi . . . ., aku ingin kalian merasakan kebahagiaan yang
kini kurasakan..
Sahabat
. . . . .
Belajarlah
dari pengalaman !!!
Title : Ada Kebahagian dibalik Kesengsaraan
Description : M asa kecilku memang tak semulus remaja seusiaku. Hingga kini aku tidak pernah melihat cantiknya wajah ibu kandung yang telah melahirka...