Sore
itu, matahari cerah menyinari pepohonan yang tumbuh
subur mengapit jalan yang sedang kami lalui. Dua mobil, mini bus dan isuzu
panther membawaku dan kawan-kawan menempuh perjalanan yang
lumayan jauh. Jalan yang penuh batu dan
berlobang memaksa mobil kami berjalan sangat lamban. VCD Player yang tersedia
di mobil tidak dapat kami nikmati dengan sempurna, karena mobil yang bergoyang
agak keras membuatnya macet, dan vidio yang ditampilkannya bergoyang seirama
dengan bergoyangnya mobil. Tempat duduk
yang tersedia di mobil sangat tidak sesuai dengan jumlah kami, karena jumlah kami
di kelas sekarang sudah mencapai lima puluhan. untunglah harga sewanya lumayan
murah, jadi teman-teman tidak marah walaupun berdesakan. "Tat hek lago
tajak Keunoe" (capek deh) kata teman-temanku secara serentak. Senyum diwajah kami
tidak pernah pudar, walaupun keringat mulai membasahi baju. Maklum aja, mobil
yang kami sewa belum dilengkapi AC.
Perjalanan
ini mungkin akan menghilangkan rasa penasaran
ku dengan air terjun Blang kulam kecamatan Kuta Makmur Aceh Utara. Banyak cerita tentang tempat wisata itu dan kini saatnya ku buktikan kebenarannya.
Jalan bebatuan yang diapit oleh hutan hijau terus kami telusuri perlahan-lahan,
nampaknya hanya mobil kami yang melewati jalan itu, suasananya sangat sepi, "mungkin
sopir-sopir lain malas membawa mobilnya di jalan bebatuan seperti ini" gumamku
dalam hati...
Tiba-tiba
sopir menghentikan mobilnya setelah berjalan begitu jauh, ternyata tempat yang
kami tuju sudah sampai, sebagian dari kami ada yang tidak mau turun dulu dari
mobil, karena yang nampak dimata kami hanya pagar beton yang sudah usang
ditelan waktu dan pintu gerbang yang
dijaga oleh beberapa orang, ternyata mereka penjaga lokasi wisata itu. "Meunyoe
tamoeng Dua ribe sapoe teungku beh" (kalau masuk, harus bayar dua ribu
perorang) kata salah seorang dari mereka sambil tersenyum. Pria yang mengenakan
kaos hitam dan celana jeans ini nampaknya lebih ramah dan lebih mudah diajak
bicara. Mereka tidak menjual tiket
sebagaimana di tempat wisata lainnya, hanya meminta uang dua ribu perorang
sebagai syarat masuk ke lokasi waisata. Aku dan teman-temanku tidak mengenal
mereka, tapi nampaknya mereka pemuda yang berdomisili disekitar lokasi wisata,
dan mencoba mengais rizki ditempat wisata itu. Tanpa berdebat dan tanpa meminta
diskon kami masuk ke lokasi wisata yang dulu sempat terkenal itu.
Setelah
melewati pintu gerbang, langsung nampak tangga yang terbuat dari semen dan
nampaknya sudah sangat tua, kami terus menuruni tangga itu dengan rasa sangat
penasaran ingin melihat sungai dan air terjun yang kata orang sangat indah,
tangga itu rasanya sangat panjang, panjangnya tidak dapat di jangkau oleh
mataku. Sekitar enam ratusan anak tangga kami lalui perlahan-lahan sambil
menatap pepohonan hijau yang mengapit tangga. Barulah terdengar suara air
terjun dan suara air mengalir yang seolah membangkitkan semangat ku untuk
langsung menikmatinya.
Tidak
salah kata orang, air yang jatuh dari bukit yang sangat tinggi dan dialirkan
oleh sungai yang penuh batu terlihat sangat indah. Tubuhku merasakan hawa yang
sangat sejuk, cahaya matahari tidak terasa panasnya sedikitpun, karena sungai
dan air terjun Blang kulam dikelilingi oleh pepohonan hijau yang menambah
indahnya suasana. Seandainya tempat itu tidak dikotori oleh sampah, tentu akan
lebih sejuk dan lebih indah.
Jam
sudah menunjuki pukul 17.00 wib, salah seorang guru yang ikut bersama kami
mengigatkan kami untuk shalat asar, aku dan teman-teman berwudhuk dengan air
sungai dan melakukan shalat diatas batu besar yang nampak agak rata.
Setelah
shalat, aku menanyakan beberapa hal mengenai blang kulam pada temanku yang sudah
pernah mengunjungi dan mengenal lokasi wisata itu sebelumya. "Uroe jeh,
blang kulam nyoe teumpat maksiet aneuk muda" (Dulu Blang kulam ini
tempat maksiat pemuda), katanya sambil memasukkan kakinya kedalam air. Mungkin
benar yang ia bilang, aku juga sempat dengar cerita orang-orang mengenai
kasus-kasus khalwat dan mesum yang dulunya sangat sering terjadi di Blang kulam
ini, saat itu tidak ada orang yang mampu melarang, karena Aceh belum
diberlakukan syariat Islam, semua orang bebas melakukan apapun termasuk
melanggar ketentuan syariat. Kini, suasana wisata Blang kulam sudah agak
berbeda, ku sempat melihat beberapa
peraturan yang di tempel di posko dekat pintu gerbang, bahkan ancaman bagi
pelanggarnya sangat keras. Bagi pengunjung yang ditemukan berkhalwat atau mesum
dikenakan denda membayar seekor lembu dan wajib membersihkan lokasi waisata,
tapi nampaknya peraturan itu belum dijalankan sepenuhnya. Aku dan kawanku sempat melihat beberapa
pasangan muda-mudi -- memakai baju dan celana ketat walaupun rambut mereka
terbungkus rapi dengan jilbab -- sedang pacaran dilokasi sungai Blang kulam. Mereka menatap kami agak lama tanpa tersenyum, mungkin karena kami memakai peci dan baju agak sopan
sebagaimana layaknya seorang santri.
"Aku bahagia memiliki negeri
subur dan memiliki banyak tempat yang indah dan menakjubkan, tapi aku sangat
sedih jika rahmat Allah itu dijadikan lokasi maksiat."
Hanya
satu jam kami menikmati indahnya air terjun Blang kulam, setelah itu kami
dipaksa pulang oleh sang hujan yang turun lumayan deras. Aku benar-benar merasa
letih setelah mendaki tangga untuk pulang, ternyata mendaki tangga panjang itu
dua kali lebih berat daripada menuruninnya. Kami bergegas ke mobil dalam
keadaan agak basah dan langsung pulang ke Ma'had tercinta.....
(Cerita salah seorang Santri di Aceh)
Title : Pesona Keindahan Air Terjun Blang Kulam
Description : Sore itu, matahari cerah menyinari pepohonan yang tumbuh subur mengapit jalan yang sedang kami lalui. Dua mobil, mini bus dan is...